Sabtu, Desember 28


Jakarta

Penasihat Khusus Presiden Prabowo Subianto Bidang Ekonomi, Bambang Brodjonegoro yang juga Menteri Keuangan (Menkeu) periode 2014-2016 buka-bukaan asal muasal naiknya pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.

Bambang mengatakan usulan itu sudah berembus sejak ia menduduki kursi Menkeu. Saat itu, kata dia, pengusulnya berasal dari kalangan pengusaha yang awalnya meminta supaya pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan supaya setara dengan Singapura.

“Sejujurnya memang saya pribadi pernah dapat usulan itu dari dunia usaha di 2015. Waktu saya menkeu, sudah muncul wacana itu. Supaya gimana kalau kita bisa bersaing dengan Singapura, mendapatkan investasi lebih besar, bapak turunkan PPh Badan sampai ke level yang kita bersaing dengan Singapura,” kata Bambang dalam program Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Jumat (27/12/2024).


Bambang menyebut tarif PPh Badan di Singapura saat itu memang rendah yakni hanya 17%. Sedangkan Indonesia masih di level 25% sebelum akhirnya pada 2022 turun menjadi 22% setelah keluarnya Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ketika mendengar usulan itu, Bambang bertanya kepada pengusaha yang memberi usul, jika pemerintah menurunkan tarif PPh Badan, bagaimana pemerintah bisa tetap menjaga sisi penerimaan pajak.

Si pengusaha yang tak disebutkan namanya oleh Bambang lantas menjawab, pemerintah bisa menambal penerimaan pajak dari turunnya tarif PPh Badan itu dengan menaikkan tarif PPN secara bertahap. Sebagaimana diketahui, tarif PPN akhirnya naik bertahap sesuai amanat UU HPP dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan harus menjadi 12% pada 2025.

Mendengar jawaban itu, Bambang sontak mengatakan tidak adil jika menurunkan tarif PPh Badan dengan menaikkan tarif PPN. Pasalnya PPN dikenakan terhadap barang dan jasa yang digunakan seluruh penduduk Indonesia, sedangkan PPh Badan hanya dikenakan bagi perusahaan yang telah menjadi wajib pajak atau penghasilannya sudah tinggi.

“Sehingga secara instan saya menolak dan saya perhatikan butuh waktu lama dari 2015 sampai UU HPP itu terbit 2021 itu ada enam tahun kan. Nah saya nggak ngerti kenapa dilakukan itu karena sudah tahu konsekuensinya harus naikkan PPN,” kata Bambang.

Bambang berargumen seharusnya Indonesia tidak perlu bersaing untuk menurunkan tarif PPh Badan dengan Singapura, sebab dari sisi demografi dan geografi sangat berbeda. Singapura hanyalah negara satu pulau kecil dengan jumlah penduduk sedikit, sedangkan Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia.

“Menurut saya kompetisi yang tidak fair karena berapapun pajak yang diterima Singapura hanya untuk keperluan 5 juta penduduk dengan 1 pulau. Jadi keperluannya Singapura mau seroyal-royalnya orang Singapura pasti kecil, nggak banyak. Jadi pajak pun kalau mereka mau tarif di bawah itu nggak masalah,” ucap Bambang.

(aid/kil)

Membagikan
Exit mobile version