Jakarta –
Sejak masa lampau, gula menjadi komoditas yang banyak peminatnya. Keuntungannya bahkan sampai menjadi andalan perekonomian sejak era kolonial.
Pada gula ternyata bukan rasanya saja yang manis tetapi juga keuntungan di baliknya. Gula menjadi salah satu bahan makanan pokok yang telah diandalkan sejak masa lampau.
Bahkan banyak catatan sejarah yang menyebut kekayaan atas gula di Nusantara yang juga mengundang banyak negara datang, tak hanya rempahnya. Komoditas gula di dunia dilirik dengan harga jual yang besar sampai-sampai keuntungannya diandalkan menjadi sumber ekonomi zaman dahulu.
Berdasarkan beberapa informasi yang telah dikumpulkan, ternyata manisnya keuntungan gula menjadi alasan kolonialisme berlangsung lama di Hindia Belanda. Begini perjalanan manisnya gula sejak era kolonial hingga modern.
Konon populernya gula diawali dengan kebiasaan masyarakat Papua Nugini mengunyah batang tebu. Foto: Getty Images/ilbusca
|
Asal Mula Gula
Melansir Sugar.org, gula pertama kali ditemukan sejak 8.000 tahun sebelum masehi. Konon gula ditemukan secara domestik oleh suku di Papua Nugini yang memiliki kebiasaan mengunyah batang tebu.
Tebu kemudian menjadi populer dan banyak ditanam di beberapa negara Asia Tenggara, China, dan India melalui para pedagang. Memasuki abad pertama Masehi, gula yang telah dikristalisasi pertama kali dikenalkan oleh masyarakat Romawi dan Yunani sebagai obat.
Pada abad pertama, gula justru dimanfaatkan untuk pengobatan gangguan pencernaan dan sakit perut. Tetapi di Asia, gula kristal menjadi populer sebagai pemanis pada Dinasti Gupta di India.
Berawal dari Tanam Paksa
Populernya gula di tanah Hindia Belanda tak terlepas dari kedatangan pemerintah Belanda. Melihat potensi tanah yang subur, salah satu kebijakan dalam tanam paksa adalah menanam tebu di beberapa wilayah di Hindia Belanda.
Pada abad ke-17, Vereenigde Oost Indische Compagnie mulai fokus pada perkembangan perkebunan gula di Jawa. Bahkan banyak produksi gula yang dikembangkan dengan lebih canggih.
Para peneliti dalam Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen yang terbit pada 2016 bahkan menyebutkan adanya kewajiban menyisihkan tanah untuk menanam gula pada 1825-1830. Gubernur Jenderal Johannes Van Den Bosch menetapkan 20% tanah desa di Jawa harus ditanami tanaman ekspor seperti tebo, teh, dan kopi.
Perjalanan panjang manisnya gula di Indonesia berlanjut di halaman berikutnya.
Simak Video “Janji Jiwa Siap Ikuti Aturan Label Kandungan Gula“
[Gambas:Video 20detik]