Rabu, Maret 26


Jakarta

Di antara tuntutan publik dan jerat birokrasi, Gubernur Dedi Mulyadi menghadapi dilema besar. Kawasan Puncak Bogor, dengan segala pelanggaran alih fungsi lahannya, menjadi ujian nyata. Mampukah ia membuktikan komitmennya dalam menjaga lingkungan, atau justru terbentur tembok kewenangan yang tak terelakkan?

Tantangan itu datang dari Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono. Dia meminta Dedi untuk membuktikan komitmennya.

“Saya tantang Gubernur Jawa Barat atau pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup membongkar bangunan lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan dihijaukan kembali sesuai dengan fungsinya,” kata Ono seperti dikutip dari detikJabar, pada Jumat (21/3/2025).


Ono menyampaikan tantangan itu setelah Pemerintah Jabar merobohkan taman hiburan milik BUMD PT Jaswita Hibisc Fantasy Puncak dan menyegel 12 tempat wisata lain, golf, dan penginapan. Langkah itu dilakukan untuk mengembalikan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan kawasan resapan air yang disalahgunakan dengan didirikan bangunan permanen. Hingga kemudian terjadi banjir di Jabodetabek.

Ono kemudian membandingkan dengan daerah lain di Bandung, misalnya banjir Bandung Raya. Dia mengatakan penyebab banjir di daerah lain yang juga disebabkan oleh pelanggaran izin tata guna lahan juga harus ditindak.

“Sehingga apabila hasil penelitian banjir itu karena terjadi alih fungsi lahan hutan menjadi kafe, perumahan, villa. Maka itu tidak hanya terjadi di Bogor dan Cianjur, tapi terjadi juga di Bandung, Bandung Barat, Subang, Kuningan dan lain sebagainya,” ujar Ono.

Dedi mengatakan bahwa pembongkaran bangunan swasta adalah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

“KLH sudah rilis, mereka diminta membongkar dalam waktu 1 bulan. Kalau tidak, KLH akan membongkar,” ujarnya.

Ono kembali menegaskan pertanyaan serupa kepada Dedi.

“Ada 10 lainnya yang milik swasta, belum dibongkar, statusnya sama dengan Hibisc Fantasy Puncak itu. Harusnya diperlakukan sama, tidak pandang bulu. Wajib dibongkar,” kata dia.

Pelanggaran tata guna lahan di Puncak bukan hanya dilakukan oleh PT Jaswita dengan membangun Hibisc. Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, Muhammad Abdul Ghani, juga mengakui teledor telah mengizinkan begitu banyak tempat usaha dengan bangunan permanen di atas tanah yang seharusnya menjadiarea resapan air.

“Kami lalai,” kata Abdul dalam dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/3).

Abdul mengatakan bahwa kawasan Gunung Mas di Puncak, Bogor sebelumnya dikelola oleh PTPN VIII, kemudian sejak Desember 2023 dikelola oleh PTPN. Proses kerja sama alih fungsi lahan Gunung Mas itu dilakukan sejak era PTPN VIII.

Pelanggaran pembangunan di Puncak itu melanggar ketentuan koefisien wilayah terbangun (KWT) Bogor. Abdul menyebut pembangunan di Puncak sebagai daerah resapan air hanya boleh 30 persen dari luas lahan yang ditetapkan.

(fem/fem)

Membagikan
Exit mobile version