Jakarta –
Mahkamah Agung (MA) menilai pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang meminta agar koruptor-koruptor yang perbuatannya sudah jelas terbukti tidak dihukum ringan. MA menegaskan ucapan Prabowo bukanlah bentuk intervensi dari eksekutif terhadap yudikatif.
Bermula dari konferensi pers di MA yang menghadirkan Yanto sebagai juru bicara MA didampingi Kabiro Hukum dan Humas MA Sobandi dan Kabag Hubungan Antarlembaga MA Rudi Sudianto. Berbagai hal dibahas hingga salah satu wartawan bertanya tentang ucapan Prabowo tersebut.
“Soal pernyataan Presiden Prabowo yang minta koruptor itu dihukum 50 tahun. Nah, presiden sebelumnya, Pak Joko Widodo, kalau ditanya soal vonis koruptor itu, selalu menyebut itu keputusan hakim. Tapi berbeda dengan Pak Prabowo sekarang, beliau minta untuk 50 tahun. Apakah MA merasa itu merasa diintervensi gitu, Pak? Diintervensi dalam tanda kutip gitu, Pak,” ucap wartawan tersebut.
Tiba kemudian giliran Yanto menjawab. Dia mengaku sebenarnya menonton melalui siaran televisi saat Prabowo menyampaikan hal itu dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Bappenas pada Senin, 30 Desember 2024.
“Jadi statement beliau kan begini, ‘Kalau sudah jelas-jelas’ kalau nggak salah, mohon dikoreksi ya, ‘Kalau sudah jelas-jelas terbukti korupsi dan korupsinya besar begitu, ah, mbok yo di 50 tahun itu’. Nah itu nggak intervensi. Ya kan penegasan aja,” kata Yanto menjawab pertanyaan wartawan.
“Tidak intervensi kepada yudikatif. Jadi intervensi itu kalau merah kau bikin hijau. Nah itu intervensi. Beliau kan nggak begitu dong. Jadi kita tidak merasa diintervensi,” imbuh Yanto.
Yanto menambahkan keterangannya kemudian. Hukum di Indonesia mengatur besaran hukuman pidana terhadap korupsi yaitu yang paling berat adalah pidana mati tetapi syaratnya tidak sembarangan seperti dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi meski sampai detik ini belum pernah ada koruptor di Indonesia yang divonis hukuman maksimal yaitu pidana mati.
Kemudian Yanto menjelaskan sebagaimana tercantum pula dalam aturan itu mengenai hukuman mati bagi koruptor yaitu perihal keadaan tertentu. Apa maksudnya?
“Dalam keadaan tertentu misalnya apa? (Korupsi saat) bencana alam, korupsi pada waktu krismon (krisis moneter), korupsi pada waktu perang, seperti itu ya,” ucap Yanto.
Prabowo Minta Koruptor Divonis 50 Tahun Penjara
Saat itu Prabowo memang tidak menyebutkan dengan jelas siapa koruptor yang dimaksudnya. Namun pernyataan yang disampaikannya itu terjadi beberapa hari usai Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan putusan 6,5 tahun penjara untuk Harvey Moeis dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan pertambangan di PT Timah.
Begini kata Prabowo saat itu.
“Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun, ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim, ya, vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi,” kata Prabowo
“Tolong Menteri Pemasyarakatan ya, Jaksa Agung, naik banding nggak? Naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” imbuh Prabowo.
Simak video: MA Soal Sikap Sopan Bisa Ringankan Vonis: Wong UU-nya Seperti Itu
[Gambas:Video 20detik]
(aik/dhn)