Senin, Maret 3


Jakarta

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menilai keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memberhentikan empat komisioner KPU Banjarbaru tepat. Ia menilai ada uang negara atau rakyat yang hilang lantaran di wilayah tersebut mesti dilakukan pemungutan suara ulang (PSU).

“Kalau menurut saya tepat, apa yang dilakukan oleh DKPP untuk memberhentikan karena ada uang negara, uang rakyat yang hilang. Itu kan APBD, ya kan,” kata Dede Yusuf dihubungi, Minggu (2/2/2025).

Dede mengatakan semestinya setiap keputusan yang diambil KPU di daerah mesti dikoordinasikan dengan pusat. Ia menyayangkan Pilkada Banjarbaru yang harus dilakukan PSU.

“Jadi emang kalau kita perhatikan kecermatan penyelenggara itu sangat dibutuhkan. Jadi pada saat mengambil sebuah keputusan apapun juga terutama kayak Banjarbaru yang saya dengar itu kan pembatalan pencalonan, sementara calon cuma dua. Berarti kan ada yang diuntungkan, dengan kayak begitu kan ada yang diuntungkan,” katanya.

Ia mengingatkan pemegang kewenangan di daerah harus selalu berkonsultasi dengan pusat. Dede menilai akibat kesalahan tersebut, negara dibebankan lagi dengan anggaran PSU yang nilainya tidak sedikit.

“Nah ini yang tidak dibaca oleh penyelenggara mestinya segera pada saat itu berkonsultasi dengan KPU pusat, nggak langsung semata-mata melakukan sebuah keputusan yang akhirnya berdampak harus cetak ulang, bahkan harus pilkada ulang,” ujar Dede.

“Jadi sebetulnya kayak begitu-begitu itu harus sebelum melakukan keputusan berkonsultasi terlebih dahulu dengan KPU pusat. Nah ini, di beberapa daerah kemarin juga hasil keputusan MK ada 24 daerah atau 24 PSU-kan dan ada 2 yang di pilkada ulang,” tambahnya.

Ia melihat ada perbedaan interpretasi antara KPU dan Mahkamah Konstitusi (MK). Dede menilai setiap pengambilan keputusan harus dikoordinasikan supaya tak ada kesalahan fatal yang merugikan rakyat.

“Banyak beberapa hal yang salah mempersepsikan aturan-aturan, mungkin bisa juga MK menginterpretasikan berbeda dengan yang interpretasi KPU, tetapi sebelum mengambil keputusan kan mestinya harus bisa melakukan diskusi dulu dengan MK, dengan KPU Pusat,” kata politikus Demokrat ini.

“Supaya tidak ada salah misinterpretasi yang berakibat kepada pemilihan ulang, berarti kan anggaran daerah yang telah terefisiensikan sedemikian rupa kan juga harus disiapkan,” imbuhnya.

4 Komisioner KPU Banjarbaru Diberhentikan

Dilansir Antara, Sabtu (1/3), sanksi itu dibacakan langsung oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan sebanyak tujuh perkara di Ruang Sidang Utama DKPP, Jakarta. Perkara yang teregister dengan nomor 25-PKE-DKPP/2025 itu diadukan oleh mantan calon Wakil Wali Kota Banjarbaru Said Abdullah yang memberikan kuasa kepada Syarifah Hayana, Abdul Hanap, dan Daldiri.

“Mengabulkan permohonan pengadu untuk sebagian. Menjatuhkan sanksi penghentian tetap kepada teradu,” kata Heddy.

Empat komisioner yang diberhentikan tetap adalah Teradu I Dahtiar selaku ketua merangkap anggota KPU Kota Banjarbaru, Teradu II Resty Fatma Sari, Teradu III Normadina, dan Teradu IV Hereyanto masing-masing selaku anggota KPU Kota Banjarbaru. Selain itu, anggota KPU Banjarbaru lainnya, Haris Fadhillah sebagai Teradu V, mendapat peringatan keras.

“Keputusan ini terhitung sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak putusan ini dibacakan dan memerintahkan badan pengawas pemilihan umum untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini,” ujarnya.

Diketahui, mulanya Pilkada Banjarbaru diikuti dua pasangan calon, yakni pasangan nomor urut 1 Erna Lisa Halaby-Wartono melawan pasangan nomor urut 2, Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah.

Pada 31 Oktober 2024, KPU Banjarbaru membatalkan pencalonan pasangan Aditya-Said. Artinya, Aditya-Said didiskualifikasi kurang dari satu bulan sebelum hari pemungutan suara.

Aditya, yang merupakan Wali Kota Banjarbaru petahana, didiskualifikasi berdasarkan surat rekomendasi Bawaslu Kalimantan Selatan yang menyatakan keduanya melakukan pelanggaran administrasi. Aditya-Said didiskualifikasi berawal dari laporan yang diajukan oleh rivalnya, yakni calon wakil wali kota Banjarbaru nomor urut 1, Wartono, ke Bawaslu.

Wartono melaporkan Aditya karena dugaan penyalahgunaan kekuasaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Pilkada. Meski Aditya-Said didiskualifikasi, KPU tetap menggelar Pilkada Banjarbaru dengan 1 paslon tanpa ada kotak kosong di surat suara.

KPU mengatakan hal itu dilakukan karena diskualifikasi dilakukan menjelang hari pemungutan suara sehingga tidak memungkinkan untuk mencetak ulang surat suara. Foto dari Aditya-Said masih ada di kertas suara. Pemilih yang mencoblos foto Aditya-Said dianggap tidak sah.

Hasil perolehan suara, Lisa-Wartono meraih 36.135 suara sah atau 100% suara sah dalam Pilkada Banjarbaru 2024. Sementara total suara tidak sah pada pilkada Banjarbaru mencapai 78.736 dan suara pasangan calon yang didiskualifikasi dinyatakan 0.

Persoalan tersebut kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, MK memerintahkan Pilkada Banjarbaru diulang dengan surat suara yang memuat dua kolom, yakni kolom berisi pasangan calon nomor urut 1 Hj Erna Lisa Halaby dan Wartono dan satu kolom kosong yang tidak bergambar.

Simak juga Video: Emosi Deddy Sitorus Saat Rapat Bareng KPU: Kalau Perlu Mundur Berjamaah!

(dwr/azh)

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Membagikan
Exit mobile version