Minggu, Maret 16


Jakarta

Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melarang sekolah melakukan study tour berdampak buruk kepada perusahaan bus. Sebab, pendapatan pengusaha bus berkurang.

Kepala Operasional PT Sahabat Prima Abadi, Sunarto, mengatakan study tour turut menjadi salah satu penopang pemasukan bagi perusahaannya.

“Adanya pelarangan study tour buat kita orang angkutan khususnya divisi pariwisata kita merasa keberatan, karena mau bagaimana juga kita pun pendapatan dari pada konsumen study tour itu,” ujar Sunarto, kepada awak media, di PO PT Sahabat Prima Abadi, Kecamatan Katapang, Jumat (14/3/2025).


Biasanya, terdapat puluhan sekolah dalam satu tahun bisa melaksanakan study tour. Puluhan sekolah tersebut mempercayakan kepada perusahaannya untuk mengangkut para siswa.

“Jadi satu tahun itu satu sekolah satu kali keberangkatan biasanya, kenaikan kelas dan kelulusan biasanya dari sekolah-sekolah mengadakan study tour. Kalau di total mah mungkin ada puluhan sekolah lah ya dalam satu tahun,” katanya.

Menurutnya, persentase angkutan study tour lebih besar dibandingkan untuk acara gathering kantor. Sehingga study tour kerap menjadi primadona bagi pelaku usaha bus.

“Kalau dibandingkan dengan yang kerja, lebih banyak sekolah yang menggunakan jasa angkutan pariwisata. Tujuannya biasanya ke Jogja dan Pangandaran,” ujar dia.

Dia menambahkan dengan adanya kebijakan tersebut terdapat beberapa sekolah yang membatalkan kegiatannya. Kata dia, pembatalan tersebut merugikan perusahaan bus.

“Kalau penurunan sudah ya sudah terasa, karena sekarang sudah ada pembatalan yang udah booking keberangkatan dengan adanya kebijakan ini jadi batal,” kata Sunarto.

Sunarto berharap kebijakan tersebut bisa direvisi atau dipertimbangkan kembali. Menurutnya kebijakan tersebut memberatkan pelaku usaha bus.

“Saya berharap kepada para pemangku kebijakan kita usaha di dunia angkutan pariwisata agar bisa di pertimbangkan,” kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Manager Marketing PO Tifanha, Irfan Firmansyah. Dia mengungkapkan sejak kebijakan ini diterapkan, jumlah pemesanan bus mengalami penurunan drastis. Bahkan, sekitar 50 persen konsumen mereka memilih untuk membatalkan pesanan.

“Sangat berdampak sekali pada perusahaan otobus, sedikitnya 50 persen konsumen kami memilih untuk membatalkan pesanan,” ujar Irfan pada Minggu (9/3).

Menurutnya, sebagian besar sekolah yang sebelumnya sudah merencanakan perjalanan study tour pasca Lebaran 2025, yakni pada April dan Mei 2025 terpaksa membatalkan agenda mereka.

Dari data sementara yang dikumpulkan PO Tifanha, setidaknya ada 30 pemesanan untuk periode April-Mei 2025. Namun, 10 di antaranya sudah dibatalkan, sementara sisanya memilih untuk mengubah tujuan perjalanan ke dalam kota atau dalam provinsi.

***

Artikel ini telah tayang di detikjabar

(sym/fem)

Membagikan
Exit mobile version