Rabu, Februari 5


Jakarta

Kecelakaan maut yang melibatkan truk rem blong terjadi lagi. Kecelakaan maut yang terjadi di Gerbang Tol (GT) Ciawi ini menewaskan delapan orang.

Dikutip detikNews, Kasat Lantas Polresta Bogor Kota Kompol Yudiono mengatakan kecelakaan ini mengakibatkan 19 orang menjadi korban. Sebanyak 11 orang di antaranya luka-luka dan delapan orang meninggal dunia.

Kapolresta Bogor Kota Kombes Eko Prasetyo mengatakan kecelakaan beruntun di Gerbang Tol Ciawi, Jawa Barat, melibatkan 6 kendaraan. Menurutnya, kecelakaan ini dipicu oleh truk yang mengalami rem blong.


“Intinya itu remnya blong, mau nge-tap masuk gerbang tol Ciawi itu kan, nempel kartu itu. Remnya blong, terus nabrak kendaraan yang di depannya,” kata Eko.

Kecelakaan maut itu sampai menimbulkan kobaran api. Dalam rekaman video amatir terlihat ada kobaran api di lokasi. Puing-puing sisa kecelakaan juga terlihat di lokasi.

Menurut Praktisi keselamatan berkendara sekaligus instruktur & founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, kecelakaan akibat truk atau bus yang mengalami rem blong menjadi tanggung jawab semua pihak.

“Sebenarnya ini tanggung jawab semuanya. Pertama mulai yang paling dekat adalah tanggung jawab sopir,” kata Jusri dalam perbincangan dengan detikOto beberapa waktu lalu.

Kebiasaan buruk sopir truk, kata Jusri, kerap membuat rem truk yang dibawanya blong. Menurut Jusri, sering ditemukan sopir truk yang menetralkan gigi transmisi di jalanan turunan hanya untuk menghemat BBM. Alhasil, tanpa engine brake atau pengereman dari putaran mesin, konstruksi rem truk menjadi panas dan berakibat ngeblong.

“Ngeblong itu menetralkan transmisi dengan harapan menghemat konsumsi bahan bakar. Sehingga selisih budget bisa dibawa pulang. Tapi perilaku ini adalah hal yang membahayakan, hal yang bodoh,” ujar Jusri.

Lanjutnya, pihak pengusaha transportasi juga turut bertanggung jawab terhadap keselamatan armadanya. Salah satu hal paling penting adalah perawatan kendaraan.

“Kita bicara seputar rem, apakah ada pemeriksaan yang namanya brake check? Memeriksa, mulai membuang angin rem, menaikkan angin, terus menseleraskan chamber kiri-kanan setiap mau jalan supaya tidak terjadi kepincangan dari pressure rem antara kanan dan kiri? Itu jelimet lho. Pemeriksaannya aja bisa 1 jam semuanya,” katanya.

Pemerintah sebagai regulator juga kurang tegas menindak pelanggaran-pelanggaran angkutan logistik. Menurut Jusri, pemerintah harusnya bisa memfasilitasi dengan memberikan standar edukasi atau standar keselamatan.

“Kemudian mensosialsiasi, kemudian memonitoring, kemudian melakukan punishment. Pengusaha melakukan hal yang sama, pengemudi harus melaksanakan karena kebutuhan keselamatan. Harus menjadikan keselamatan itu adalah lifestyle. Kalau nggak ya saling lempar lah,” katanya.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menganggap banyaknya kecelakaan truk merupakan buah dari sistem yang carut marut. “Ini adalah kejadian yang selalu berulang, tidak pernah ada solusi dari negara,” ungkap Djoko kepada detikOto belum lama ini.

“Ini merupakan akumulasi dari carut-marut penyelenggaraan angkutan logistik di Indonesia. Yang bisa membereskan hanya menunggu ketegasan Presiden,” lanjut akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.

(rgr/din)

Membagikan
Exit mobile version