Kamis, Desember 26


Jakarta

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai pemerintah tidak serius membenahi regulasi angkutan barang. Padahal kecelakaan truk masih sering terjadi di jalan raya, hingga menimbulkan korban meninggal.

“Kecelakaan angkutan logistik setiap hari terjadi di negeri ini, bahkan bisa tujuh kali kejadian dalam sehari. Armada truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan, meski jumlah armada truk lebih sedikit ketimbang kendaraan roda empat. Pengawasan terhadap operasional angkutan barang masih belum maksimal. Memang ini punya konsekuensi terhadap tarif angkutan barang. Tidak masalah, yang paling penting adalah keselamatan bertransportasi bagi semua warga terjamin,” ungkap Djoko.

Terbaru, terjadi kecelakaan bus pariwisata Tirto Agung bernomor polisi S 7607 UW yang mengangkut rombongan pelajar SMP IT Darul Qur’an Mulia Putri Bogor, Jawa Barat. Bus tersebut menabrak truk pengangkut pakan ternak bernomor polisi S 9126 UU di KM 77 tol Pandaan-Malang, Jawa Timur, Senin (23/12/2024) sore. Sebanyak 4 orang meninggal dunia. Hal ini menunjukkan masih buruknya penyelenggaraan angkutan logistik yang karut marut, berujung pada kecelakaan yang kerap terjadi.


“Rangkaian kecelakaan yang melibatkan truk akibat rendahnya kompetensi para pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat terus terjadi. Seolah tidak belajar dari berbagai insiden sebelumnya, kejadian-kejadian ini mencerminkan lemahnya tata kelola, serta kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah,” sambung Djoko.

Selain persoalan kelebihan muatan, kata Djoko, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga mencatat terjadi masalah kegagalan pengereman moda kendaraan pengangkut barang masih kerap terjadi, akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem sebagai upaya preventif.

“Truk besar berperan penting dalam logistik guna mengangkut barang lebih eifisien. Namun, ukuran yang besar kerap menjadi bumerang dalam operasionalnya, jika tidak dikendalikan oleh pengemudi yang andal dan perawatan kendaraan yang rutin,” kata Djoko lagi.

“Untuk menyelenggarakan perawatan rutin pasti memerlukan biaya yang tinggi. Juga mendapat driver yang andal perlu upah yang standar demi kesejahteraannya. Biaya perawatan minim dampak dari liberalisasi angkutan barang,” ungkapnya.

(lua/riar)

Membagikan
Exit mobile version