Kamis, Oktober 31


Jakarta

Kunjungan wisata di objek wisata Pangandaran merosot jauh di tahun ini. Berbagai faktor seperti risiko bencana alam hingga risiko kebocoran retribusi diprediksi menjadi biang keladi.

Menurunnya kunjungan diungkap Ketua DPRD Pangandaran Asep Noordin. Ia mengaku kaget dengan jumlah kunjungan yang hanya 30%. Padahal secara kasat mata kunjungan weekend ke Pangandaran terlihat ramai.

“Dari kajian yang dilakukan BI saya kaget, karena tingkat kunjungan wisatawan tahun 2024 ini hanya 30 persen dari target 4 juta kunjungan,” kata Asep, Senin (28/10/2024).


Menurutnya, kondisi ini menjadi permasalahan, bisa dari sistem pengelolaan retribusi atau kebocoran retribusi. “Karena cukup drastis turunnya. Tahun 2022 kunjungan wisata kita di angka 3 juta lebih, tahun 2023 kita masih di angka 2 juta lebih. Tapi tahun sekarang hasil kajian BI, itu hanya di angka 1,4 juta kunjungan wisata,” katanya.

Memang, kunjungan wisata ini tergantung faktor situasi alam, kebencanaan, geopolitik dan juga kondisi ekonomi. “Jadi, banyak faktornya dan faktor-faktor itu sudah tidak bisa kita hindari,” ucap Asep.

Namun faktor lain, tentu harus dipertanyakan dari sisi pengelolaannya, harus bertanya ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran.

“Di pintu masuk itu seperti apa dalam pengelolaan retribusinya, sistemnya seperti apa? Saya kira karena penurunan kunjungan wisata terlalu drastis, kita perlu evaluasi,” kata dia.

Kalau sistem penarikan tiket yang dulunya per unit kendaraan dan sekarang perorang, kata Asep, harusnya jauh lebih besar retribusinya.

“Ataupun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Tentu, ini harus kita telusuri dan dievaluasi agar ke depan kita bisa lebih maksimal,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pangandaran Agus Mulyana menyoroti penurunan kunjungan akibat kurangnya promosi. Ia menganggap penting adanya Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD).

Menurut dia, tidak adanya badan promosi pariwisata daerah menjadi satu penyebab menurunnya kunjungan wisata. “Memang, untuk promosi pariwisata itu sangat tidak maksimal,” ujar Agus.

Ia pun bertanya, kenapa kabupaten yang memiliki jargon pariwisata Pangandaran mendunia ini namun lemah dengan badan promosi pariwisata daerah. “Padahal, itu kan ada bidang promosi pariwisata di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran,” katanya.

Menurutnya, Badan promosi pariwisata daerah di Kabupaten Pangandaran ini sangat penting untuk dibentuk secara khusus. “Agar, bisa membuat kerangka untuk bagaimana pariwisata ini dibuat bekerja sama dengan Dinas Pariwisata. Di kita kan belum punya,” ucap Agus.

Agus menganggap, langkah-langkah Pemda Kabupaten Pangandaran dirasa lambat dalam memaksimalkan kunjungan pariwisata dan menanggapi isu-isu kaitan dengan pariwisata. Tidak seperti PHRI yang terus melakukan antisipasi dengan berbagai cara seperti menggandeng BPBD untuk mengadakan simulasi kebencanaan isu Megathrust.

“Agar, kita dapat menjelaskan bahwa Megathrust itu belum tahu kapan terjadinya. Yang penting bagaimana kesiapsiagaan kita di daerah. Khususnya, di tempat wisata kita ini,” ujarnya.

Respons Pemkab Pangandaran

Plt Kepala Disparbud Kabupaten Pangandaran, Nana Sukarna mengatakan, kunjungan wisata dianggap menurun karena sekarang ini ada perbedaan sistem. Memang, untuk kunjungan wisata khususnya ke destinasi wisata yang dikelola pemerintah daerah tahun 2022 mencapai 3,7 juta. Sementara tahun 2023 yang lalu kunjungan wisata itu mencapai 2,8 juta dan di tahun 2024 sampai 26 Oktober muncul di angka 1,8 juta.

Ia mengatakan kunjungan wisatawan dianggap menurun karena dulu aturan masuk ke destinasi wisata berdasarkan hitungan klasifikasi jenis kendaraan. “Yang mana notabene tercatat ketika masuk ke salah satu destinasi wisata,” kata Nana, Selasa (29/10/2024).

Dia mencontohkan, pengunjung yang ke wisata pantai Pangandaran berarti itu yang datang ke Pangandaran. Kalau ke Batu Hiu itu berarti tercatat yang hanya ke pantai Batu Hiu.

“Nah, sedangkan dengan peraturan yang terbaru nomor 23 tahun 2024 itu untuk klasifikasi kelas,” katanya.

Jadi, kelas untuk destinasi wisata pantai Pangandaran dan Batu Hiu itu menjadi satu kawasan. Pantai Batu Karas dan Madasari menjadi satu kawasan. Sementara Pantai Karapyak dan Green Canyon itu sendiri atau masing-masing.

“Jadi, kemarin itu kita menghitungnya dari pintu masuk. Ketika kendaraan bus besar masuk ke pantai Pangandaran itu otomatis sudah tercatat di Pangandaran. Padahal, mereka itu berkunjung juga ke pantai Batu Hiu. Nah, di sinilah miskomunikasinya,” ucap Nana.

Jadi, karena kunjungan destinasi wisata ini per kawasan, otomatis pengunjung yang ke pantai Pangandaran masuk juga ke pantai Batu Hiu. Begitupun sebaliknya.

“Hanya, kelemahan kita tidak ada alat untuk screening tiket. Ketika membeli tiket di Pangandaran, kemudian ke Batu Hiu itu teman-teman penarikan ticketing hanya bisa mengecek terkait tiketnya saja,” ujarnya.

Pengunjung yang masuk ke Pangandaran dan pantai Batu Hiu, itu hanya tercatat sebagai pengunjung di pantai Pangandaran. “Makanya, kemarin kenapa terjadi jomplang sekali dari segi kunjungan. Karena, kita tidak mencatat kembali pengunjung yang melanjutkan kunjungan wisata ke pantai Batu Hiu dari pantai Pangandaran,” sambung dia.

“Jadi, mereka tercatatnya hanya di pintu pantai Pangandaran. Karena regulasi kunjungan wisata per kawasan,” pungkasnya.

____________________

Artikel ini telah tayang di detikJabar

(wkn/wkn)

Membagikan
Exit mobile version