Senin, Desember 23


Jakarta

Mantan bos Nissan, Carlos Ghosn mengomentari kabar merger Nissan dan Honda. Menurutnya keputusan itu hanya langkah frustasi dari Nissan yang mengalami kemerosotan penjualan.

Nissan sedang dalam kesulitan saat ini namun kondisinya tak kunjung membaik. Sebagai contoh, Nissan berencana untuk memangkas 9.000 pekerjaan, menunda produk yang akan datang, dan kini berusaha untuk menemukan pendukung keuangan untuk menstabilkan operasinya.

Seolah-olah itu belum cukup, Nissan dikabarkan sedang menjajaki merger dengan Honda. Menurut Eks bos Nissan, Carlos Ghosn situasi ini menimbulkan masalah besar bagi Nissan, dan tampaknya, Honda tidak terlalu bersemangat untuk terlibat.


“Ini adalah langkah putus asa,” kata Ghosn pada hari Jumat di Bloomberg Television.

“Ini bukan kesepakatan pragmatis karena terus terang, sinergi antara kedua perusahaan sulit ditemukan. Praktis tidak ada [hubungan] yang saling melengkapi antara kedua perusahaan. Mereka berada di pasar yang sama. Mereka [dalam] produk yang sama. Merek-mereknya sangat mirip,” kata Ghosn.

“Jadi dengan cara tertentu dari satu sisi, Nissan adalah langkah putus asa untuk mencoba menemukan masa depan,” lanjut Ghosn.

“Dan dari sisi lain, Honda, yang jika saya mengerti dengan baik, mereka tidak terlalu bersemangat tentang langkah ini tetapi, Anda tahu, Anda harus mengandalkan METI di Jepang.”

Yang dia maksud adalah Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI). Pada dasarnya, Ghosn percaya bahwa METI menekan Honda untuk melakukan kesepakatan ini karena pada akhirnya akan menjaga salah satu merek terbesar Jepang tetap hidup.

“Setelah tinggal di Jepang selama bertahun-tahun, saya mengerti betapa berpengaruhnya METI,” jelas Ghosn.

“Menurut pendapat saya, tidak ada logika industri untuk itu, tetapi ada saat ketika Anda harus memilih antara kinerja dan kontrol. Jelas, jika Anda dapat memiliki keduanya, itu lebih baik. Tetapi ada saat-saat ketika Anda harus memilih, dan tanpa keraguan, dengan METI dan semua yang saya tahu darinya, mereka lebih memilih kontrol atas kinerja. Jadi mereka mendorong Honda ke dalam kesepakatan, tanpa keraguan,” kata Ghosn.

Nissan secara global sedang mengalami krisis karena penjualan yang terus menurun di dua pasar terbesar mereka di China dan Amerika Serikat.

Pada paruh pertama tahun fiskal 2024 misalnya, penjualan Nissan turun 3,8%, menjadi 1,59 juta unit. China sebagai salah satu pasar terbesar Nissan bahkan mengalami penurunan yang lebih tajam, yakni mencapai 14,3%.

Kondisi tersebut semakin diperburuk oleh maraknya mobil listrik murah dari China yang menawarkan harga kompetitif dan berhasil merebut pangsa pasar global. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, Nissan diperkirakan akan menghadapi utang terbesar dalam sejarahnya pada 2026, yang bisa mencapai USD 5,6 miliar atau setara Rp 85 triliun.

Dalam laman BBC, raksasa pembuat mobil asal Jepang itu mengatakan akan memangkas 9.000 pekerjaan di seluruh dunia dalam upaya penghematan biaya yang akan membuat produksi globalnya berkurang seperlima.

Produksi di AS dan China turun 15%, sementara produksi di Inggris anjlok 23% dan produksi di Jepang menyusut 4%. Titik terang Nissan berada di Meksiko, di mana produksi naik 12% menjadi 70.382 kendaraan.

(riar/dry)

Membagikan
Exit mobile version