Sabtu, Juli 6


Jakarta

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menyebut koordinasi dan supervisi antarlembaga yang menangani korupsi seringkali tak berjalan dengan baik. Sebagaimana diketahui, tiga lembaga yang menangani kasus korupsi di Indonesia yakni KPK, Polri, dan Kejaksaan.

Polri merespons pernyataan Alex yang menyebut sulit koordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian dalam pemberantasan korupsi bila ada keterlibatan oknum penegak hukum. Polri mengklaim memiliki kemampuan teknis dan mampu menjalin kerja sama dalam penegakan hukum.

“Sebagai landasan kerja sama dilaksanakan Koordinasi Supervisi yang mendasari Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2020 dalam rangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan, Selasa (2/7/2024).


Trunoyudo mengatakan sinergitas antara KPK dan Polri selama ini telah terbangun melalui nota kesepahaman. Korps Bhayangkara, kata dia, dipastikan selalu berkomitmen mendukung pemberantasan korupsi dan telah berkoordinasi dalam penegakan hukum bersama Lembaga Antirasuah itu.

“Kemudian Polri selalu bersinergi dengan KPK, terbukti dengan adanya penugasan personel Polri di lingkungan KPK dalam rangka mendukung tugas-tugas di lingkungan KPK yang merupakan personel terbaik, integritas, akademis, dan berdedikasi,” imbuh Truno.

Alex Mawarta Sebut Gagal Berantas Korupsi

Alexander Marwata sudah 8 tahun lebih menjadi pimpinan KPK. Alex tak akan sungkan mengakui bila dikatakan telah gagal memberantas korupsi.

Pengakuan itu disampaikan Alex dalam rapat dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (1/7/2024). Alex mulanya mengatakan regulasi antarlembaga dalam penangan perkara korupsi tak berjalan dengan baik.

“Bapak Ibu sekalian, problem di KPK itu kalau boleh saya sampaikan ada beberapa yang menyangkut kelembagaan, mungkin juga regulasi kemudian SDM ya. Dari sisi kelembagaan tidak seperti di negara-negara lain yang saya sebutkan misalnya yang berhasil dalam pemberantasan korupsi Singapura atau Hong Kong mereka hanya punya satu lembaga yang menangani perkara korupsi,” kata Alex dalam rapat itu.

Alex mengatakan ada tiga lembaga yang menangani kasus korupsi di Indonesia. Bahkan, menurut dia, sering kali tugas koordinasi dan supervisi antarlembaga tak berjalan dengan baik.

“Sedangkan kalau di KPK ada tiga lembaga Bapak Ibu sekalian, KPK, Polri, dan Kejaksaan. Memang di dalam Undang-Undang KPK yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi ya, apakah berjalan dengan baik? Harus saya sampaikan Bapak Ibu sekalian, tidak berjalan dengan baik,” ujar Alex.

Alex mengatakan masih ada ego sektoral dalam kerja-kerja tersebut. Ia mengatakan sering kali menghadapi kasus tumpang tindih kepentingan saat menindaklanjuti suatu kasus yang berkaitan dengan lembaga.

“Ego sektoral masih ada, masih ada, kalau kami menangkap jaksa atau menangkap jaksa misalnya tiba-tiba dari pihak kejaksaan menutup pintu koordinasi supervisi, mungkin juga dengan kepolisian demikian,” ujar Alex.

“Jadi Bapak Ibu sekalian, ini persoalan ya, persoalan ketika kita berbicara pemberantasan korupsi ke depan. Saya khawatir Bapak Ibu sekalian dengan mekanisme seperti ini, saya terus terang ya, tidak yakin kita akan berhasil memberantas korupsi,” sambungnya.

Ia kemudian mengakui bahwa selama delapan tahun di KPK dia belum berhasil memberantas korupsi. Alex mengatakan dirinya gagal.

“Dan saya harus mengakui secara pribadi 8 tahun saya di KPK kalau ditanya ‘Apakah Pak Alex berhasil?’, saya tidak akan sungkan-sungkan, saya gagal memberantas korupsi Bapak Ibu sekalian, gagal,” pungkasnya.

Simak Video ‘Nawawi Singgung Kasus Firli Bahuri Bikin Nasib Citra KPK Terpuruk’:

[Gambas:Video 20detik]

(ond/dnu)

Membagikan
Exit mobile version