Jakarta –
KPK pernah memeriksa buron KPK dalam kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, dengan kapasitasnya sebagai saksi pada 2024. Namun KPK tidak langsung menahan Tannos usai pemeriksaan itu.
“KPK sudah pernah memeriksa bersangkutan sebagai saksi di tahun 2024. Nah, Kenapa hanya saksi dan bukan tersangka? Karena request permintaannya adalah itu dan untuk tersangka butuh persyaratan lain yang harus dipenuhi,” ungkap Jubir KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2025).
“Saat itu yang memungkinkan untuk disegera dipenuhi adalah pemeriksaan sebagai saksi. Dan itu sudah dilakukan,” tambah dia.
Barulah setelah itu KPK mengajukan provisional arrest (penahanan sementara) melalui Divisi Hubungan Internasional Polri. Pemeriksaan itu berlangsung di Singapura dengan KPK yang menemui Paulus secara langsung.
“Dan tidak lama setelah itu kita mengajukan provisional arrest melalui Divisi Hubungan Internasional Polri tadi. Ya di Singapura,” tuturnya.
Namun, Tessa menjelaskan penahanan tidak bisa langsung dilakukan. Hal itu karena pemeriksaan itu ada di luar wilayah hukum Indonesia.
“Tidak boleh ada tindakan dilakukan penegakan hukum melakukan hukum di negara orang,” sebutnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas sebelumnya mengatakan pemerintah akan menunggu proses persidangan di Singapura terhadap Paulus Tannos sebelum ekstradisi. Supratman mengatakan pihaknya tidak bisa ikut campur terkait proses persidangan tersebut.
“Terkait dengan proses persidangan tentu kita tidak bisa turut campur di sana. Karena setelah selesai ada putusan di pengadilan tingkat pertama di Singapura tentu masih ada proses banding,” kata Supratman di Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Rabu (29/1).
Supratman mengatakan pemerintah memiliki waktu 45 hari untuk melengkapi dokumen ekstradisi Paulus Tannos. Dia menargetkan dokumen tersebut lengkap sebelum 3 Maret 2025.
Simak Video: KPK Siapkan Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura
(ial/aik)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu