Jakarta –
Hakim membebankan uang pengganti kerugian negara dalam kasus Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan ke perusahaan asal Amerika Serikat (AS). KPK tengah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) di negara yang dimaksudkan, untuk mengupayakan pengembalian aset.
“Jadi, kita sedang melakukan komunikasi dengan pihak-pihak penegak hukum yang ada di luar negeri,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Asep mengatakan KPK tidak berfokus mengejar pidana badannya, melainkan lebih berfokus pada upaya pengembalian kerugian negara.
“Kita tidak mengejar hukuman badannya. Kita sebetulnya lebih fokus kepada bagaimana mengembalikan kerugian keuangan negara untuk asset recovery-nya,” kata dia.
“Supaya kita bisa mengambil uang negara yang keluar akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan,” tambahnya.
Asep menyinggung keberhasilan KPK dalam mengembalikan kerugian negara pada kasus korupsi e-KTP lalu. KPK tengah melalukan pola yang sama dalam perkara ini untuk pengembalian kerugian negara.
“Dengan pola yang sudah ada di e-KTP, kita sedang melakukan itu (recovery aset),” katanya.
Sebelumnya, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan telah divonis 9 tahun penjara dalam kasus korupsi pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair. Namun hakim tidak menghukum Karen membayar uang pengganti.
Sidang vonis Karen Agustiawan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (24/6). Hakim menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara untuk Karen dan denda Rp 500 juta.
“Menyatakan Terdakwa Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” kata ketua majelis hakim Maryono.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 9 tahun,” imbuh hakim.
Hakim membebankan uang pengganti kerugian negara USD 113 juta dalam kasus ini ke perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Corpus Christi Liquefaction LLC. Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Corpus Christi Liquefaction LLC seharusnya tak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG tersebut.
“Menimbang bahwa keterangan-keterangan saksi, alat bukti, barang bukti, keterangan ahli, dan keterangan Terdakwa telah ditemukan bahwa dari hasil pengadaan tersebut uang yang dihitung sebagai kerugian negara adalah USD 113.839.186,60 (USD 113 juta atau setara Rp 1,8 triliun) justru mengalir kepada korporasi Corpus Christi sebagai harga pengadaan pembelian LNG yang menyimpan ketentuan yang seharusnya tidak dilakukan pencairan oleh PT Pertamina,” kata hakim.
“Sehingga dalam hal ini kerugian negara tersebut menjadi beban dan tanggung jawab korporasi Corpus Christi anak perusahaan Cheniere yang harus mengembalikan kepada negara sebagai keuntungan yang didapat Corpus Christi USD 113.839.186,60 tidak total karena riil barangnya ada dan dikirim sebanyak 11 kargo yang mana berdasarkan fakta hukum LNG Pertamina dilakukan menyimpang ketentuan yang seharusnya korporasi Corpus Christi yang ditunjuk langsung sebagai penyedia tidak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG yang menyimpang dari ketentuan,” tambahnya.
Lihat juga Video ‘Tiba di KPK, Dahlan Iskan Diperiksa Jadi Saksi Kasus LNG Pertamina’:
[Gambas:Video 20detik]
(ial/dek)