Rabu, Oktober 2


Jakarta

Jaksa menghadirkan mantan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol Layang Mohamed bin Zayed (MBZ) tahun 2016-2017. Herry mengatakan perubahan basic design Tol MBZ dari beton ke baja dilakukan dengan pertimbangan untuk membantu industri baja nasional termasuk PT Krakatau Steel.

Mulanya, kuasa hukum Terdakwa Tony Budianto Sihite menanyakan rapat terbatas (ratas) di Kementerian BUMN. Ratas itu disebut membahas perubahan basic design konstruksi Tol MBZ yang semula diusulkan menggunakan beton lalu diubah menjadi baja.

“Apakah saksi mengetahui ya, bahwa di pertengahan 2016 ada rapat di Kementerian BUMN, pertengahan 2016, tahu itu Pak? di BAP-nya ada Pak, bapak,” kata kuasa hukum Tony dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Selasa (25/6/2024).


“Ya seingat saya ada,” jawab Herry.

“Dalam rapat di pertengahan Juni 2016 di Kementerian BUMN itu yang dibahas apa Pak? Di BAP-nya bapak ada, saya mintai penjelasan aja,” tanya kuasa hukum Tony.

“Tentang penggunaan baja tadi Pak,” jawab Herry.

“Dari beton?” tanya kuasa hukum Tony.

“Iya,” jawab Herry.

Herry mengatakan salah satu pertimbangan perubahan basic design konstruksi Tol MBZ menjadi baja yakni untuk membantu industri baja nasional, termasuk PT Krakatau Steel. Dia mengatakan ratas di Kementerian BUMN itu membahas penggunaan produk dalam negeri.

“Apakah atas dasar pertemuan di Kementerian BUMN kemudian Menteri PUPR memberitahukan kepada bapak, BPJT bahwa supaya tadinya girder dari beton menjadi baja? apa karena itu tindak lanjut dari pertemuan di Kementerian BUMN sehingga bapak diberi tahu oleh Pak Basuki?” tanya kuasa hukum Tony.

“Seperti saya sampaikan tadi, lebih ke yang ratas tadi ya bapak ya, rapat terbatas tadi yang kami sampaikan untuk menggunakan produk dalam negeri dan membantu industri baja nasional, waktu itu pertimbangannya itu,” jawab Herry.

“Apakah produk baja dari PT Krakatau Steel itu termasuk produksi dalam negeri?” tanya kuasa hukum Tony.

“Dalam pembicaraan waktu itu termasuk untuk membantu PT Krakatau Steel,” jawab Herry.

Kuasa hukum Tony lalu menanyakan siapa saja yang hadir dalam ratas tersebut. Herry mengaku lupa.

“Bapak tahu Pak, siapa yang hadir dalam rapat di Kementerian BUMN?” tanya kuasa hukum Tony.

“Lupa saya Pak,” jawab Herry.

Ketua majelis hakim Fahzal Hendri juga mendalami Herry terkait pertimbangan perubahan basic design Tol MBZ menjadi baja tersebut. Herry mengatakan saat itu produksi baja PT Krakatau Steel tengah mengalami kesulitan.

“Loh kok bisa tiba-tiba berganti? apa ceritanya?” tanya ketua majelis hakim Fahzal Hendri.

“Jadi pada waktu itu kebijakannya adalah ada ratas pada waktu itu, ada rapat terbatas,” jawab Herry.

“Rapat terbatas siapa?” tanya hakim.

“Di kabinet, Yang Mulia, yang meminta untuk menggunakan produksi dalam negeri, termasuk pemanfaatan baja seingat kami waktu itu juga PT Krakatau Steel sedang mengalami kesulitan, sehingga didorong agar pemanfaatan baja dalam negeri tadi bisa dimanfaatkan,” jawab Herry.

Herry mengatakan pertimbangan lain pada perubahan itu adalah efisiensi lokasi pekerjaan. Dia mengatakan, jika konstruksi menggunakan beton, dibutuhkan bentangan yang lebih banyak dan memerlukan waktu pengerjaan lebih lama.

“Ada pertimbangan lain selain itu?” tanya hakim.

“Pertimbangan lain adalah pekerjaan di tempat yang padat, Yang Mulia. Jadi kan di bawahnya banyak kendaraan, window time-nya pendek sehingga harus dilakukan dengan lebih cepat,” jawab Herry.

“Kalau menggunakan beton, tentu memakan area yang terlalu lebar?” tanya hakim.

“Dia karena berat, jadi lebih pendek bentangnya, kalau yang baja kemarin kan 60 meter, Yang Mulia sehingga bisa lebih cepat menaruh girdernya,” jawab Herry.

“Kalau beton?” tanya hakim.

“Lebih banyak nantinya. Ini kan satu bentang 60, kalau tadi 30, berati akan butuh dua bentang dia akan lebih banyak yang harus dikerjakan, waktunya juga lebih banyak,” jawab Herry.

Dalam kasus ini, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.

Jaksa mengatakan kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.

Simak Video: Momen Debat Terdakwa dan Ahli di Sidang Kasus Korupsi MBZ

[Gambas:Video 20detik]

(mib/isa)

Membagikan
Exit mobile version