Jakarta –
Harga minyak dunia naik di tengah konflik Timur Tengah yang kian memanas. Kenaikan harga minyak menyusul laporan bahwa Iran tengah mempersiapkan serangan balasan terhadap Israel dari Irak dalam beberapa hari mendatang.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (2/11/2024), harga minyak berjangka Brent naik 29 sen, atau 0,4% menjadi US$ 73,10 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 23 sen, atau 0,33% ke US$ 69,49. Namun demikian, untuk minggu ini, kedua kontrak tersebut masih turun lebih dari 3% setelah naik 4% pada pekan lalu.
Situs berita AS, Axios, melaporkan pada Kamis bahwa Iran tengah mempersiapkan diri untuk menyerang Israel dari Irak dalam beberapa hari ke depan. Laporan ini mengutip dua sumber Israel yang tidak disebutkan namanya.
“Setiap tanggapan tambahan dari Iran mungkin tetap terkendali, mirip dengan serangan terbatas Israel akhir pekan lalu, oleh karena itu terutama dimaksudkan sebagai demonstrasi kekuatan daripada undangan untuk membuka peperangan,” kata analis SEB Research Ole Hvalbye.
Iran dan Israel telah terlibat dalam serangkaian serangan balasan dalam perang Timur Tengah yang lebih luas dipicu oleh pertempuran di Gaza. Serangan udara Iran sebelumnya terhadap Israel pada 1 Oktober dan April sebagian besar ditangkis, dengan hanya menimbulkan kerusakan kecil.
Iran mendukung beberapa kelompok yang saat ini memerangi Israel, termasuk Hizbullah di Lebanon, Hamas di Gaza, dan Houthi di Yaman. AS telah meminta Lebanon untuk mengumumkan gencatan senjata sepihak dengan Israel untuk menghidupkan kembali pembicaraan untuk mengakhiri permusuhan Israel dan Hizbullah.
Di sisi lain, Iran merupakan anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Menurut data Badan Informasi Energi AS, Iran memproduksi 4 juta barel minyak per hari (bpd) pada 2023.
Sedangkan menurut analis dan laporan pemerintah AS, Iran berada di jalur yang tepat untuk mengekspor 1,5 juta bpd pada 2024. Angka ini naik dari perkiraan 1,4 juta bpd pada tahun 2023.
Perubahan harga minyak ini juga didukung oleh ekspektasi bahwa OPEC+ dapat menunda rencana peningkatan produksi minyak pada bulan Desember selama sebulan atau lebih. Ini karena kekhawatiran atas permintaan minyak yang lemah dan meningkatnya pasokan. Keputusan dapat diambil paling cepat minggu depan.
(shc/ara)