Kamis, Januari 30


Jakarta

Petani singkong lokal buka-bukaan soal kondisi pahit industri singkong di Indonesia. Saat ini potensi besar keuntungan negara hingga Rp 10 triliun terancam tak bisa dimanfaatkan karena buruknya kondisi pertanian singkong di tanah air.

Komoditas singkong sendiri memiliki pusat produksi utama di Provinsi Lampung. Di tahun 2022 lalu saja, Lampung berhasilmemanen6,7 juta ton umbi singkong segar atau sekitar 40% dari total produksi singkong nasional. Nah sekitar 90% dari produksi singkong di Lampung selama ini banyak diserap industri tapioka yang menghasilkan devisa sekitar Rp 10 triliun.

Namun saat ini produksi singkong lokal di Lampung mengalami penurunan dan tak bisa diserap industri. Ketua Umum DPN Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Arifin Lambaga menjelaskan produksi singkong di Lampung terus menurun dalam 10 tahun terakhir.


Tertinggi memang pernah sebesar 9 juta ton pernah dicapai pada 2010 setelah itu terus menurun hingga 2022 kurang dari 7 juta ton. Bahkan, pada 2019 di bawah 5 juta ton, dengan produktivitas yang relatif rendah yaitu 22 ton per hektare. Di sisi lain, rendemen atau kandungan pati dalam singkong juga seringkali sangat rendah, hal ini terjadi karena panen dilakukan terlalu cepat karena berbagai hal.

Nah hal tersebut menjadikan hasil panen singkong petani tidak terserap seluruhnya oleh industri atau jika terserap dibeli dengan harga yang relatif murah.

“Di lain pihak, industri memerlukan bahan baku singkong yang kompetitif, rendemen tinggi dan bersih atau tidak banyak kotoran yang umumnya tidak mampu dipenuhi oleh petani kecil,” papar Arifin dalam keterangannya kepada detikcom, Selasa (28/1/2025).

Sejauh ini, dari sisi pengusaha tepung tapioka mengaku harga yang disepakati di tingkat Pemerintah Provinsi Lampung per Desember 2024 lalu sebesar Rp 1.400 per kilogram dinilai terlalu mahal bagi pengusaha tepung. Bahkan, Arifin menjelaskan ada sejumlah pabrik tapioka besar yang memilih menghentikan kegiatan produksi sehingga tidak lagi membeli singkong dari petani.

Pemerintah bisa apa untuk memulihkan kondisi petani singkong?

Pihak Arifin sendiri mendesak pemerintah Pusat dan Daerah melakukan beberapa langkah yang bisa menyelamatkan industri dan tata kelola singkong tanah air, khususnya di Lampung. Pertama menyusun beberapa langkah jangka pendek berupa penyerapan singkong petani yang tak terserap pabrik untuk menghindari kerugian lebih besar pada petani yang menggantungkan hidupnya pada singkong.

Kemudian pemerintah juga bisa memberikan dukungan dan akses kepada petani untuk mendapatkan bantuan/subisidi pembiayaan dan sarana produksi seperti bibit dan pupuk unggul agar hasil singkong bisa menjadi lebih baik.

Pemerintah daerah juga diminta untuk terus melakukan pendekatan dan fasilitasi agar petani dan pelaku industri tapioka dapat terus berkomunikasi mencapai kesepakatan harga yang diterima bersama. MSI secara khusus mengusulkan harga singkong di tingkat petani minimal Rp 1.200/kg dengan rafaksi maksimal15%.

Sementara itu, untuk jangka panjang pihak Arifin meminta agar pelaku industri tapioka tanah air diwajibkan untuk bermitra dengan petani singkong lokal dalam pemenuhan bahan baku. Dengan kemitraan ini, maka pabrik terlibat dalam pembinaan petani meningkatkan produktivitas usaha dan umbi yang dihasilkan sesuai spesifikasi pabrik dengan harga yang sudah disepakati bersama. Selain itu, transaksi pembelian umbi dapat langsung dilakukan antara petani dan pabrik.

MSI juga meminta agar semua pihak membentuk peta jalan (road map) pengembangan industri berbasis singkong di Indonesia dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) seperti pemerintah, perbankan, pengusaha, trader, petani,peneliti,akademisi, organisasi/perkumpulan dan LSM.

Pemerintah pusat juga diminta untuk menjadikan singkong sebagai pangan strategis nasional sehingga mempercepat kebijakan dan memudahkan pengembangannya seperti tanaman pangan lainnya. Kemudian, mendorong investasi hilirisasi berbagai produk berbahan baku singkong, di samping memperkuat industri tapioka yang sudah ada sekarang.

(hal/fdl)

Membagikan
Exit mobile version