Rabu, Februari 12

Jakarta

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan ‘menghidupkan’ broadband wireless access (BWA) melalui lelang frekuensi 1,4 GHz. Pengamat telekomunikasi dari ITB Agung Harsoyo mengungkapkan langkah pemerintah itu sebagai mukjizat.

Layanan BWA ini sebelumnya pernah eksis di Indonesia, itu ditandai dengan keberadaan First Media, Internux dengan produk Bolt, Indosat Mega Media (IM2), Berca, hingga Jasnita. Namun dalam perjalanannya, operator BWA tersebut berhenti di tengah jalan.

“Lesson learned dari BWA. Jadi, BWA itu pernah ada dan terus tidak ada, kemudian akan ada lagi. Maka dari tu, kalau secara akademik mestinya itu kajiannya itu harus sangat dalam karena menghidupkan orang pernah mati itu kan mukjizat,” ujar Agung di Jakarta, Senin (10/2/2025).


Agung mengatakan niatan Komdigi mengalokasikan spektrum frekuensi 1,4 GHz untuk layanan BWA seharusnya sudah melalui tahapan forensik digital yang menyebabkan bisnis BWA dulu mati hingga akan dihidupkan lagi ke depannya.

“Bagi kami biasanya kematian itu harus diforensik, kenapa dulu mati. Kemudian, ketika kita mau menghidupkan lagi, ya alasannya harus sangat utuh karena kalau nggak mati lagi nanti. Kalau kondisinya masih sama, maka perlu kajian lebih lanjut,” ucapnya.

Untuk itu, mantan Komisoner BRTI ini mengimbau kepada para pemangku kebijakan yang dalam hal ini Komdigi agar memperhatikan kebijakan yang akan dikeluarkannya agar tidak berdampak buruk di masa mendatang.

“Sehingga setiap langkah yang kita jalani ini mesti ekstra hati-hari karena kalau saya kadang-kadang kebayang kalau seandainya, gara-gara kebijakan kita kemudian ada yang tumbang. Begitu tumbang itu kan berarti ada sekian orang yang nganggur dan seterusnya. Jadi, lesson learned itu prinsipnya bahwa dulu pernah ada, kemudian tidak ada, kemudian alasan yang sangat kokoh untuk mengadakan lagi,” tutur Agung.

Komdigi berupaya untuk meningkatkan kecepatan internet fixed broadband yang dinilai saat ini masih mahal tarifnya, begitu juga koneksinya yang masih lambat. Komdigi berharap dengan lelang frekuensi 1,4 GHz dapat menggenjot kecepatan internet fixed broadband sampai 100 Mbps dan tarifnya sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribuan.

Rencana kebijakan untuk internet murah ini akan fokus pada wilayah dengan tingkat penetrasi layanan internet yang masih terbatas atau bahkan yang belum ada penetrasi sama sekali. Adapun pelanggan dari layanan internet murah ini ditujukan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah dengan daya beli terbatas.

Pada kesempatan yang sama, Plt. Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit dan Standardisasi Infrastruktur Digital, Kementerian Komdigi, Adis Alifiawan, mengatakan bisnis operator BWA dulu sempat gagal faktornya adalah karena belum siap.

“Waktu itu belum begitu siap. Jadi, bukan karena BWA dulu gagal terus semua unsur di situ otomatis gagal, nggak. Di BWA lama itu regionalisasinya itu kecil-kecil, seperti bagian Sumatera itu ada bagian atas, tengah, dan bawah, kalau di sini kita satukan karena dari dari sisi teknis kita tidak ingin border darat karena ketika ada dua operator dengan frekuensi yang sama punya border darat, itu harus ada buffer zone dan itu teknisnya cukup effort-lah di situ,” pungkas Adis.

(agt/fay)

Membagikan
Exit mobile version