Selasa, Oktober 15


Jakarta

Majelis hakim menyatakan pembelian sejumlah aset oleh hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dari hasil penjualan batu permata Pink Diamond yang diklaimnya ditemukan di kebun Australia tak lazim dan tak bisa diterima akal sehat. Hakim menyatakan Gazalba tak mampu membuktikan dokumen terkait batu permata tersebut.

“Menimbang bahwa alasan Terdakwa mendapatkan dana untuk pembelian aset properti dan kendaraan Toyota Alphard serta pembelian logam mulia serta dolar-dolar yang ditukarkan dalam bentuk mata uang rupiah adalah dari penemuan batu permata di Australia, ketika Terdakwa bekerja di Australia yang kemudian dijual di Singapura dan uang hasil penjualannya dipinjamkan dengan bunga kepada seorang lelaki bernama Irvan yang bergerak di bidang pertambangan,” kata ketua majelis hakim Fahzal Hendri saat membacakan pertimbangan vonis Gazalba di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2024).

“Menimbang bahwa keterangan Terdakwa terkait sumber mata uang asing tersebut, majelis hakim menilai bahwa keterangan Terdakwa tersebut adalah keterangan yang tidak lazim yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan selama persidangan Terdakwa tidak dapat membuktikan adanya dokumen membawa permata melintas imigrasi Australia-Indonesia maupun Singapura,” imbuh hakim.


Hakim menyatakan Gazalba tidak bisa menunjukkan bukti keaslian batu permata tersebut. Hakim mengatakan Gazalba juga tak bisa membuktikan dokumen terkait penjualan batu permata itu seharga SGD 75 ribu di Singapura.

“Terdakwa tidak dapat pula menunjukkan bukti sertifikat dan cara memperoleh sertifikat keaslian permata yang ditemukannya sebagai bukti batu mulia, yang dimiliki yang memiliki nilai ekonomis sehingga bisa diperjualbelikan. Bahkan Terdakwa juga tidak dapat membuktikan adanya dokumen terkait penjualan batu permata di Singapura serta bukti deklarasi membawa mata uang asing melintasi negara atau Imigrasi Singapura dan Indonesia terkait uang sebesar SGD 75 ribu, hasil penjualan batu permata di Singapura,” kata hakim.

Hakim juga menanggapi pembelaan Gazalba yang menyebut uang hasil penjualan batu permata itu dipinjamkan ke temannya bernama Irvan. Hakim mengatakan Gazalba tak mampu membuktikan pembelaan itu dan berdalih Irvan sudah meninggal.

“Kemudian, keterangan Terdakwa yang menerangkan uang hasil penjualan permata tersebut dipinjamkan oleh temannya yang bernama Irvan yang tidak didukung alat bukti apa pun, bahkan menurut keterangan Terdakwa bahwa Irvan tersebut juga telah meninggal dunia pada tahun 2022,” ujar hakim.

Diketahui, hakim agung nonaktif Gazalba Saleh divonis 10 tahun penjara. Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Gazalba terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Gazalba Saleh oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun,” kata ketua majelis hakim saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2024).

Hakim menyatakan Gazalba terbukti menerima gratifikasi Rp 500 juta dari Jawahirul Fuad terkait pengurusan kasasi. Hakim juga menyatakan Gazalba menerima bagian dari Rp 37 miliar yang diberikan pengacara Jaffar Abdul Gaffar, Neshawaty, terkait pengurusan PK Jaffar.

Uang itu, menurut hakim, disamarkan Gazalba lewat TPPU. Gazalba pun dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.

Hakim menyatakan Gazalba terbukti bersalah melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Simak Video ‘Hakim Agung Gazalba Saleh Jalani Sidang Vonis TPPU-Gratifikasi’:

[Gambas:Video 20detik]

(mib/haf)

Membagikan
Exit mobile version