Minggu, September 29


Jakarta

Seorang wanita dari diaspora Filipina, Aurora Lucas, membagikan kisahnya berjuang melawan kanker paru-paru stadium 3A. Kondisi ini dialaminya sejak Desember 2021 saat dia berusia 28 tahun dan mengidap gejala selama hampir empat bulan.

Pada saat itu, Aurora merupakan seorang guru pendidikan khusus di sebuah sekolah menengah di Chicago dan berada di tahun kedua program PhD. Pada saat mengajar, Aurora mengaku mengalami kelelahan yang terus-menerus, disertai batuk yang juga tak kunjung henti. Kondisi ini membuatnya kesulitan untuk mengajar.

“Kekhawatiran pertama saya adalah saya mengidap COVID-19 dan mengalami efek jangka panjang. Saya tidak pernah berpikir saya akan mengidap kanker paru-paru,” dikutip dari laman Rush University Medical Center, Kamis (20/6/2024).


Selain COVID, Aurora juga sempat beranggapan bahwa dirinya mungkin mengalami stres. Namun lama kelamaan, kesehatannya semakin memburuk. Wanita yang kini berusia 31 tahun itu kemudian mengalami nyeri punggung yang parah bersamaan dengan nyeri di dada.

Lagi-lagi Aurora mengira sepatunya adalah penyebabnya, karena harus berdiri di tempat kerja sepanjang hari atau mungkin tempat tidurnya tidak cukup mendukung.

Lantaran kondisinya yang semakin memburuk, Aurora memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Pada saat itu dokter menyangkal kemungkinan dia terkena kanker.

“Mereka berharap bahwa yang saya alami adalah tuberkulosis atau semacam infeksi karena latar belakang saya sebagai imigran dan negara asal saya,” imbuhnya lagi.

“Saya mendapati diri saya masuk dan keluar dari ruang gawat darurat, tidak ada jawaban pasti yang diberikan,” katanya lagi.

Setelah beberapa hari menjalani pemeriksaan, sebuah tumor ditemukan di paru-paru Aurora. Dokter juga menemukan kondisi lain yang juga diidap Aurora, yakni sindrom Wolff-Parkinson-White.

“Pada 6 Desember 2021, saya didiagnosis mengidap kanker paru-paru stadium 3A,” lanjutnya.

Aurora terkejut lantaran dirinya tak pernah merokok, salah satu faktor risiko kanker paru-paru. Ia menduga kondisi yang dialaminya itu karena faktor genetik. Wanita yang kini berusia 31 tahun itu mengaku memiliki nenek yang juga bernama Aurora Lucas dan meninggal pada tahun 1992 karena kanker paru-paru stadium 4.

“Saya belum pernah bertemu dengannya, tetapi saya tahu bahwa DNA-nya benar-benar ada di pembuluh darah saya,” ucapnya.

Aurora kemudian mencari second opinion atau pendapat kedua untuk menjalani pengobatan di Rush University Medical Center. Menurutnya, tim medis yang bekerja di rumah sakit tersebut menanganinya lebih baik dibandingkan rumah sakit sebelumnya.

Dirinya juga mengaku pengobatan yang diberikan memiliki efek samping yang lebih sedikit.

“Tim medis memberi saya rencana perawatan pribadi yang dirancang khusus untuk keadaan unik saya, yang melibatkan saya dalam pengambilan keputusan mengenai perawatan saya,” imbuhnya.

“Mereka mengubah rencana pengobatan awal saya, dan kali ini, efek sampingnya lebih sedikit. Sungguh melegakan mendengarnya, mengingat betapa menakutkannya mengetahui banyaknya efek samping yang dialami oleh pasien kanker paru-paru,” katanya lagi.

Menurut Aurora hidup dengan diagnosis kanker paru-paru stadium 3A pada usia 28 tahun adalah pengalaman yang mengubah hidup, Kanker paru-paru, meskipun tidak terlihat, merupakan salah satu penyumbang kasus kanker terbesar di dunia.

(suc/suc)

Membagikan
Exit mobile version