Kamis, Januari 23

Jakarta

Ransomware jadi momok mengerikan untuk banyak perusahaan beberapa tahun belakangan ini. Namun ternyata, ransomware sudah ada sejak 35 tahun yang lalu lho.

Pada 1 Januari 1990, seorang ahli biologi Amerika bernama Dr. Joseph Lewis Andrew Popp Jr menyebarkan disket 5.25 inch bertuliskan ‘AIDS Information – Introductory Diskette 2.0’.

Disket ini berisi virus trojan yang kemudian menyebar ke 20 ribu korbannya, termasuk pelanggan majalah PC Business World, berbagai mailing list, dan bahkan ke peserta konferensi World Health Organization soal AIDS.


Serangan ini secara spesifik ditujukan untuk mengeksploitasi ketakutan orang soal epidemi AIDS. Di sisi lain, kesadaran pengguna komputer terhadap virus juga masih minim, ditambah lagi konsep virus yang bisa menyandera data-data penggunanya. Hal inilah yang dimanfaatkan Dr. Popp untuk menyebarkan ransomware tersebut.

Tentu ransomware ini sangat ‘mentah’ jika dibandingkan dengan ransomware masa kini. Namun pada masanya, ransomware ini terbilang sangat maju.

Ransomware ini hanya mengenkripsi nama file, bukan file sebenarnya. Dan, ini membuktikan kelemahan yang krusial dari sistem penamaan file. Sampai-sampai perlu dibuat dua software khusus, ‘AIDSOUT’ dan ‘AIDSCLEAR’, yang dibuat oleh John Sutcliffe dan Jim Bates untuk melawan ransomware tersebut.

Namun kerugian akibat ransomware itu terlanjur meluas. Banyak perusahaan mengalami kerugian besar dan kehilangan data akibat serangan ini. Salah satu yang dampaknya paling besar adalah organisasi kesehatan Italia, yang disebut kehilangan data hasil penlitian yang dikumpulkan selama satu dekade.

Dr. Popp akhirnya ditangkap dan diekstradisi. Namun ahli biologi berusia 41 tahun itu bisa ‘selamat’ karena menunjukkan sikap yang aneh setelah ditangkap. Ia akhirnya dianggap mengalami gangguan mental sehingga tak layak untuk diadili.

Sejumlah saksi mata mengaku melihat Popp menggunakan kondom di hidungnya, membawa kardus, dan melakukan berbagai aksi eksentrik lain. Akhirnya ia dirawat di Maudsley Hospital, London, bukan dipenjara.

Meski begitu, kesehatan mental Popp ini juga dicurigai. Pasalnya penyebaran disket tersebut membutuhkan biaya yang tak sedikit, mencapai 10 ribu poundsterling, atau setara 31 ribuan poundsterling saat ini.

Belum lagi pengeluaran termasuk pendaftaran perusahaan bernama ‘PC Cyborg’ di Panama, serta biaya untuk menyewa akomodasi di London, Inggris. Tak diketahui berapa banyak korbannya yang membayar uang tebusan.

Namun yang jelas, uang tebusan yang harus dibayarkan itu sangat tinggi. Kalau pun hanya 1% dari korbannya yang membayar uang tebusan, Popp sudah bisa meraup keuntungan, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Rabu (22/1/2025).

(asj/rns)

Membagikan
Exit mobile version