Rabu, November 20


Sukabumi

Kemunculan sosok buaya putih di sungai Cimandiri Sukabumi membawa kenangan kembali ke zaman Belanda, saat cerita-cerita mistis masih menghantui tempat itu.

Riak air Sungai Cimandiri yang membelah Kabupaten Sukabumi tak hanya menyimpan keindahan alam, tetapi juga cerita mistis yang bergaung sejak masa kolonial Belanda.

Kemunculan buaya putih di Sungai Cimandiri yang baru-baru ini ramai diperbincangkan, ternyata bukanlah hal yang baru. Kisah-kisah tentang buaya ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Sukabumi sejak puluhan, bahkan ratusan tahun silam.


Bahkan, legenda tentang buaya putih ini begitu melekat dalam memori para pekerja perkebunan di era kolonial Belanda, yang hidup berdampingan dengan alam liar di sekitar sungai.

Konon pada tahun 1940-an, saat perkebunan di sekitar Sukabumi masih ramai dengan para kuli dan pengawas kolonial, banyak laporan tentang penampakan buaya putih di aliran Sungai Cimandiri.

Sosoknya dikabarkan sangat besar, mencapai 4 meter. Buaya itu sering terlihat saat air sungai meluap. Namun, yang membuat buaya ini berbeda adalah sifatnya yang tak pernah mengganggu manusia.

Kisah ini dituturkan Edem alias Barong (54), warga Kampung Mariuk, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi. Ia adalah salah satu pewaris cerita turun-temurun ini. Dari ayah dan kakeknya, ia mendengar kisah buaya putih yang dianggap sebagai penjaga sungai.

“Buaya itu sering muncul di tempat-tempat tertentu. Kata orang tua dulu, dia muncul untuk menjaga keseimbangan. Warnanya bukan benar-benar putih, mungkin lebih keperakan, tapi kalau terkena cahaya matahari terlihat bercahaya seperti putih,” cerita Barong, Sabtu (16/11/2024).

“Di zaman Belanda para penjajah itu seringkali ketakutan ketika melihat kemunculan buaya berukuran raksasa itu, padahal bagi warga pribumi buaya-buaya itu tidak berbahaya. Penampakan buaya bagi mereka bukan hal yang luar biasa,” sambung Barong, ia menyeruput perlahan kopi hitam yang tersaji.

Buaya putih ini dianggap sebagai makhluk gaib yang membawa pesan. Kehadirannya sering dikaitkan dengan perubahan alam, seperti naiknya debit air atau peringatan akan bencana. Sosoknya menjadi lambang keseimbangan antara manusia dan alam yang saling menjaga.

Selain buaya putih, ada juga cerita tentang buaya buntung. Barong menyebut, buaya ini memiliki ciri khas yang mencolok, ekornya tidak lengkap. Namun, di balik kekurangan fisiknya, buaya ini justru dikenal sebagai penolong.

“Buaya buntung katanya sering membantu warga yang hanyut di sungai. Entah kenapa, hewan ini tidak pernah menyerang manusia. Malah, kalau ada yang tenggelam, dia muncul seperti mengarahkan mereka ke tepian,” ujar Barong.

Misteri Batu Bongkok, Rumah Para Buaya di Sungai Cimandiri

Di dasar Sungai Cimandiri, ada sebuah batu yang disebut sebagai ‘batu bongkok’. Menurut legenda, batu ini adalah habitat para buaya. Batu besar yang tersembunyi di aliran sungai ini konon menjadi tempat buaya beristirahat dan bersembunyi.

“Batu bongkok itu katanya ada di tengah sungai. Orang-orang percaya kalau buaya-buaya besar itu bersarang di sana. Bahkan, buaya putih dan buaya buntung juga sering terlihat di sekitar batu itu,” ungkap Barong.

Batu bongkok menjadi bagian dari cerita yang tak terpisahkan dari Sungai Cimandiri. Meski wujudnya jarang terlihat, kehadirannya menjadi salah satu elemen mistis yang terus hidup dalam ingatan masyarakat.

Legenda buaya putih, buaya buntung, dan batu bongkok adalah kisah yang terus diceritakan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Masyarakat sekitar Sungai Cimandiri percaya bahwa cerita ini adalah pengingat akan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan alam.

Di era modern ini, keberadaan buaya di Sungai Cimandiri tetap menjadi perhatian. Warga yang beraktivitas di sekitar sungai kerap melihat kemunculan buaya, meski tak seikonik kisah-kisah masa lalu.

Namun, bagi Barong dan banyak warga lainnya, legenda ini lebih dari sekadar dongeng.

“Ini bukan hanya soal buaya atau batu di sungai. Ini tentang bagaimana kita harus menghormati alam. Karena kalau kita mengganggu keseimbangan, alam pasti akan memberi peringatan,” katanya.

Sungai Cimandiri kini menjadi saksi bisu perubahan zaman. Dari masa kolonial hingga era modern, cerita mistis dan fakta kehidupan di sekitar sungai tetap berjalan berdampingan. Riak airnya seakan membawa lorong waktu, menghubungkan masa lalu dengan masa kini.

——-

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version