Rabu, Oktober 2

Jakarta

CEO NVIDIA Jensen Huang menyebut tidak ada pekerjaan yang hina untuknya karena kehidupannya dulu sangat keras. Tak terhitung berapa banyak toilet yang sudah dia bersihkan saat dia tumbuh dewasa.

“Bagi saya, tidak ada pekerjaan yang hina untuk saya. Ingat, saya dulunya adalah tukang cuci piring. Saya sungguh-sungguh. Saya dulu membersihkan toilet. Saya sudah membersihkan banyak toilet,” ujarnya, sebagaimana dimuat oleh saluran YouTube Standford Graduate School of Business.

Huang mengatakan toilet yang sudah dia bersihkan bisa jadi lebih banyak dari yang dilakukan oleh para audiens, bahkan jika digabungkan. Kondisi toilet yang dibersihkannya pun kadang bikin jijik.


“Dan beberapa dari mereka (toilet-toilet — red) ada yang tidak bisa saya unsee,” kata Huang yang kemudian disambut tawa hadirin.

Huang lahir di Taiwan. Keluarganya pertama kali pindah ke Thailand Ketika dia berusia 5 tahun. Kemudian, dia dikirim tinggal di Amerika Serikat dengan pamannya saat berusia 9 tahun. Di sana, dia mendapatkan gelar di bidang teknik elektro dan gelar MS dari Stanford. Ketika berusia 30 tahun, ia mendirikan NVIDIA. Per 1 Maret 2024, NVIDIA menjadi perusahaan paling bernilai ketiga di Wall Street, dengan nilai pasar lebih dari USD 3 triliun (sekitar Rp 49.262 triliun).

Meski berada di puncak, Huang mengaku akan membantu karyawannya semampunya. Dia mengatakan tak akan ragu untuk menyampaikan apa isi pikirannya ketika diajak berdiskusi.

“Saya menunjukkan kepada orang-orang bagaimana memikirkan berbagai hal sepanjang waktu — menyusun strategi, bagaimana meramalkan sesuatu, bagaimana memecahkan suatu masalah. Anda memberdayakan orang di mana saja. Begitulah cara saya melihatnya — jika Anda mengirimi saya sesuatu dan Anda ingin bantuan saya untuk meninjaunya, saya akan melakukan yang terbaik, dan menunjukkan kepada Anda bagaimana saya melakukannya,” ujar Huang.

Huang mengatakan membantu karyawannya juga membantunya. “Dalam proses melakukan itu, saya belajar banyak dari Anda. Anda memberi saya banyak informasi dan saya belajar banyak. Saya merasa dihargai dengan proses ini,” katanya.

Namun, tentu saja tidak mudah untuk berinteraksi dengan banyak karyawan saat menjadi seorang CEO. Huang menuturkan butuh banyak energi yang dicurahkan untuk bisa menyelami cara pikir tiap karyawan.

“Hal ini membutuhkan energi emosional dan intelektual yang sangat besar. Jadi saya merasa lelah saat mengerjakan hal-hal seperti itu,” ucapnya. Demikian seperti dikutip dari OfficeChai.

(ask/afr)

Membagikan
Exit mobile version