Rabu, Januari 8


Depok

Belanda Depok memiliki keistimewaan, karena nama-nama mereka serupa nama orang-orang Barat. Tetapi, mereka ternyata orang Indonesia tulen.

Untuk menelusuri sejarah Belanda Depok dan penamaan tersebut, detikTravel bertemu dengan Koordinator Bidang Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Boy Loen, beberapa waktu lalu di Kantor YLCC Jalan Pemuda, Depok. YLCC adalah lembaya yang didirikan pada 4 Agustus 1952 dan bertugas memelihara situs bersejarah peninggalan Depok Lama serta menaungi berbagai macam kegiatan yang menggunakan situs bersejarah tersebut.

Boy mengatakan nama-nama marga itu bermula saat Chastelein menginisiasi budak-budaknya untuk membuat sebuah organisasi. Saat itu Chastelein menunjuk budak bernama Jarong van Bali sebagai kepalanya. Jarong van Bali merupakan budak tertua yang dimiliki Chastelein dan menjadi kepercayaannya.


“Kalau saya baca buku referensinya, ia sangat arif, penuh kharisma, dan didengar oleh para budak lainnya,” kata Boy.

Boy bilang Jarong van Bali tidak bekerja sendiri, ia dibantu oleh tujuh budak lainnya.

Jarong van Bali dan beberapa budak itu menjadi kepala di lahan-lahan tanah yang dimiliki oleh Chastelein, seperti di wilayah Mampang Depok salah satunya.

Kemudian, 12 nama marga yang terkenal menjadi nama kaoem Belanda Depok. Itu dimulai sejak awal abad ke-19. Nama-nama itu merupakan nama baptis yang diambil dari Kitab Injil.

“Misalnya ada yang namanya Isakh, Zadokh, Samuel (dan lainnya) itu berdasarkan nama-nama di Alkitab,” kata Boy.

Ke-12 nama marga Belanda Depok itu di antaranya: Jonathans, Soedira, Laurens, Bacas, Leander, Joseph, Tholense, Jacob, dan Loen.

Nama marga yang disandang itu rupanya menjadi ganjalan di kemudian hari. Warga keturunan Belanda Depok itu mendapatkan diskriminasi oleh masyarakat lainnya.

Terlebih pada 1945, mereka dianggap dekat dengan penjajah. Padahal, bukan sama sekali.

Sebutan Belanda Depok

Karena kaum Belanda Depok bukanlah keturunan Belanda. Mereka adalah warga negara Indonesia yang pernah menjadi budak saudagar kaya Chastelein, yang merupakan meneer Belanda. Chastelein ini membeli budak dari pasar budak di Bali dan memboyong ke Batavia. Setelah itu budak-budak tersebut dipekerjakan di tanah miliknya di Depok.

Chastelein seorang yang egaliter. Dia tidak menempatkan budak-budak itu sebagai masyarakat kelas bawah. Dia justru memberikan kemerdekaan dan mengajarkan membaca dan menulis para budak itu. Menjelang akhir hayatnya, dia memerdekakan budak-budak itu dan mewariskan tanah di kawasan Depok Lama itu.

Boy juga menceritakan sentimen itu terus berangsur menjadi sebuah ejekan yang kita kenal sebagai sebutan Belanda Depok.

Ejekan itu muncul karena pada saat itu keturunan budak-budak Chastelein fasih menggunakan bahasa Belanda. Ya, kendati budak mereka mendapatkan pendidikan yang kesehariannya menggunakan bahasa Belanda.

“Istilah Belanda Depok itu munculnya ketika di Depok ini dihadirkan sekolah dasar berbahasa Eropa. Nah kan saya katakan organisasi budak Chastelein itu bertanggung jawab masalah sosial, pendidikan, dan lain sebagainya sehingga orang-orang Depok yang mau sekolah ke sana itu gratis,” ujarnya.

Sekolah dasar tersebut awalnya memang untuk orang-orang Eropa, karena keturunan budak Chastelein memiliki derajat yang sama. Pada akhirnya mereka diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.

“Ketika mereka lulus dari sana, mereka fasih berbahasa Belanda, baca tulis, pronunciation. Jadi mereka dengan mudah dapat pekerjaan di Batavia,” kata Boy.

Nah kemudian, Boy juga menjelaskan istilah Belanda Depok muncul ketika orang-orang keturunan budak Chastelein itu menaiki gerbong kereta. Saat itu terdapat kelas untuk orang-orang menaiki kereta seperti kelas 1 hingga 4.

Karena orang keturunan budak Chastelein adalah pribumi juga, akhirnya mereka menaiki gerbong khusus pribumi di kelas 4 yang keretanya berangkat dari Bogor.

“Di Bogor itu penumpangnya berbahasa Sunda, sampai di Depok orang Depok naik dan orang-orangnya berbahasa Belanda. Nah penumpang dari Bogor kalau kereta sampai di Depok mereka bilang ‘kita sudah sampai di Amsterdam’,” Boy menuturkan.

“Dari situlah istilah Belanda Depok sampai sekarang diberikan kepada kami,” kata Boy.

(upd/wsw)

Membagikan
Exit mobile version