Jakarta –
Sahat’s Transport jadi perusahaan divisi transportasi yang dimiliki orang Indonesia. Tidak gampang untuk bisa menjalankan bisnis di Jepang, selain izin trayek yang susah, pun jadwal sopirnya harus memperhatikan aspek keselamatan.
Ikmal, perwakilan Sahat’s Trans menyebut perusahaannya sekarang bergerak di bidang penyediaan kebutuhan transportasi di Jepang, terutama Hi-Ace, Fuso Rosa (Micro Bus), dan Isuzu Gala (Big Bus).
Nah, Ikmal menyebut jam istirahat pada transportasi darat khususnya pengemudi bus ini perlu jadi perhatian khusus.
“Jam kerja sopir tidak boleh nyopir lebih dari 12 jam per hari, setelah nyupir harus istirahat minimal 9 jam baru boleh nyopir lagi,” kata Ikmal.
Sebab jika pengemudi kurang istirahat yang cukup, bisa jadi menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. Dan hal ini akan membahayakan pengguna jalan dan penumpang di dalam bus itu sendiri.
Bagaimana dengan Indonesia? Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno pernah menjelaskan bahwa waktu kerja sopir bus sudah diatur dalam pasal 90 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa:
(1) setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
(2) Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum paling lama 8 (delapan) jam sehari,
(3) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan Kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam, dan
(4) Dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 (satu) jam.
Ikmal menyebut persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan bisnis transportasi di Jepang adalah izin trayek. “Izin zonasi trayeknya juga ketat,” jelas dia.
Sahat’s Trans juga membagikan momen kendaraan wajib dicek secara berkala ke dealer atau bengkel berlisensi. Semua bus harus kondisi prima, jika dalam audit ketahuan tidak melakukan check up maka sanksinya tidak boleh beroperasi selama 30 sampai 60 hari.
“Setiap armada harus di-check up per 3 bulan sekali,” kata Ikmal.
(riar/rgr)