Jakarta –
Pemerintah Iran menyebut kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat sebagai kesempatan bagi negara itu untuk meninjau kembali “kebijakan yang salah” di masa lalu.
Trump, yang akan kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari setelah mengalahkan Wakil Presiden AS Kamala Harris dalam hari pemilihan presiden pada 5 November, telah menjalankan strategi “tekanan maksimal” terhadap Iran selama masa jabatan pertamanya.
“Kami memiliki pengalaman yang sangat pahit dengan kebijakan dan pendekatan berbagai pemerintah AS di masa lalu,” kata juru bicara Menteri Luar Negeri Iran Esmaeil Baghaei seperti dikutip oleh kantor berita pemerintah Iran, IRNA, dilansir kantor berita AFP, Kamis (7/11/2024).
Kemenangan Trump, tambahnya, merupakan kesempatan “untuk meninjau kembali kebijakan yang salah sebelumnya”.
Iran dan Amerika Serikat telah menjadi musuh sejak Revolusi Islam 1979. Namun, ketegangan memuncak selama masa jabatan pertama Trump dari 2017 hingga 2021.
“Kebijakan umum Amerika Serikat dan Republik Islam Iran sudah ditetapkan,” kata juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani.
“Tidak masalah siapa yang menjadi presiden. Rencana telah ditetapkan sehingga tidak ada perubahan dalam kehidupan masyarakat,” tambahnya.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump secara sepihak menarik Amerika Serikat dari perjanjian nuklir Iran tahun 2015, dan menjatuhkan sanksi keras terhadap republik Islam tersebut.
Pada tahun 2020, di bawah kepresidenan Trump, Amerika Serikat menewaskan jenderal Korps Garda Revolusi Islam, Qasem Soleimani, dalam serangan udara di bandara Baghdad, Irak.
Simak juga video: Jokowi ‘Colek’ Trump di Medsos: Selamat Atas Terpilihnya Anda
[Gambas:Video 20detik]
(ita/ita)