
Jakarta –
Perpustakaan keren yang terletak di Sleman ini dulunya adalah rumah pribadi yang kini dijadikan perpustakaan umum oleh pemiliknya.
Terletak di Pakem, Sleman, Ruang Literasi awalnya merupakan perpustakaan pribadi milik Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya.
Ruang Literasi yang baru diresmikan pada Februari 2025 lalu itu gabung jadi satu dengan rumah pribadi milik Willy. Terdapat beberapa spot yang bisa diakses publik yakni pustaka umum dua lantai yang berisi koleksi buku untuk masyarakat umum.
Lalu, ada pustaka anak yang berisi buku-buku untuk anak-anak, hingga ruang audiovisual.
“Kalau tempatnya ini adalah rumah hunian dari pribadi. Untuk pemiliknya itu di lantai pertama dibuat untuk public space dan ada ruang untuk berkegiatan. Kemudian di lantai dua itu rumah pribadi. Terus pustaka ini kan pustaka pribadi, jadi semua bukunya koleksi pribadi,” ujar pengelola pustaka Ruang Literasi, Uyung Hamdani, dikutip dari detikJogja, Minggu (23/3/2025).
Uyung mengungkapkan, alasan didirikannya Ruang Literasi karena kecintaan sang pemilik yaitu Willy Aditya terhadap buku dan literasi.
Willy sendiri merupakan lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2001 silam. Ke mana pun Willy pergi, Uyung mengatakan, dia selalu membawa ‘oleh-oleh’ buku. Maka itu, semua koleksi bukunya disimpan dengan baik di pustaka Ruang Literasi.
Perpustakaan pribadi yang disulap jadi Ruang Literasi di Pakem, Sleman. (Serly Putri Jumbadi/detikJogja)
|
“Sekitar ada 10 ribu lebih buku. Ada sastra, novel, puisi.Terus pengetahuan agama, politik, hukum, sejarah, sosiologi hingga kesehatan.Teks Inggris sampai bahasa Indonesia,” jelas Uyung.
Lebih lanjut, Uyung mengungkapkan, alasan di balik ide membuka public space Ruang Literasi di tempat pribadi. Yaitu untuk memberi ruang kepada warga sekitar, khususnya anak muda untuk berkegiatan yang positif.
“Konsep awalnya kita mau ngajak bersama-sama ngumpul ngobrol dan melakukan sesuatu yang vibes-nya positif. Memberi uang kepada warga sekitar agar anak muda mau berkegiatan. Kalau kita mau membuka diri maka ada orang datang,” jelas dia.
Menariknya, meski menyediakan berbagai fasilitas seperti buku-buku, Wi-Fi, hingga ruangan ber-AC, Ruang Literasi tidak memungut biaya bagi pengunjung yang datang.
“Yang datang ke sini gratis tidak dipungut biaya dan akses public space-nya gratis.Jika uang semakin sempit dan nyaris berbayar, kita ingin memberikan ruang tersebut,” ucap Uyung.
Willy sendiri merupakan lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2001 silam. Ke mana pun Willy pergi, Uyung mengatakan, dia selalu membawa ‘oleh-oleh’ buku. Maka itu, semua koleksi bukunya disimpan dengan baik di pustaka Ruang Literasi.
|
“Sekitar ada 10 ribu lebih buku. Ada sastra, novel, puisi.Terus pengetahuan agama, politik, hukum, sejarah, sosiologi hingga kesehatan.Teks Inggris sampai bahasa Indonesia,” jelas Uyung.
Lebih lanjut, Uyung mengungkapkan, alasan di balik ide membuka public space Ruang Literasi di tempat pribadi. Yaitu untuk memberi ruang kepada warga sekitar, khususnya anak muda untuk berkegiatan yang positif.
“Konsep awalnya kita mau ngajak bersama-sama ngumpul ngobrol dan melakukan sesuatu yang vibes-nya positif. Memberi uang kepada warga sekitar agar anak muda mau berkegiatan. Kalau kita mau membuka diri maka ada orang datang,” jelas dia.
Menariknya, meski menyediakan berbagai fasilitas seperti buku-buku, Wi-Fi, hingga ruangan ber-AC, Ruang Literasi tidak memungut biaya bagi pengunjung yang datang.
“Yang datang ke sini gratis tidak dipungut biaya dan akses public space-nya gratis.Jika uang semakin sempit dan nyaris berbayar, kita ingin memberikan ruang tersebut,” ucap Uyung.
—–
Artikel ini telah tayang di detikJogja.
(upd/upd)