Kamis, September 19


Jakarta

Seorang karyawan kantor perusahaan game art dan animasi ‘BS’ di Menteng, Jakarta Pusat, diperlakukan tidak manusiawi oleh bosnya yang diketahui Warga Negara Asing (WNA), yakni wanita berinisial CL dan suaminya berinisial KL. Berawal karyawan berinisial CS (27), mencurahkan pengalaman buruknya bekerja di kantor animasi tersebut. Cerita sedih itu viral di media sosial.

Dalam postingan viral yang tersebar di media sosial, dinarasikan karyawan perusahaan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik dari pemilik perusahaan. CS juga bercerita dirinya dieksploitasi hingga harus pulang dini hari. Saat itu korban yang tengah hamil mengalami keguguran. Alih-alih bersimpati, pemilik perusahaan justru memarahi korban lantaran tidak masuk bekerja usai keguguran.

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth geram dengan aksi kedua pelaku WNA tersebut yang tega menganiaya hingga mengeksploitasi karyawannya. Perbuatan tersebut dinilai sangat tidak manusiawi.


“Saya mengecam aksi eksploitasi karyawan yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan yang dilakukan oleh dua WNA di Menteng. Saya menilai aksi kedua pelaku ini tidak berprikemanusian, kondisi karyawan usai keguguran malah dimarahi dan dihukum,” kata Kenneth dalam keterangannya, Selasa (17/9/2024).

Menurut pria yang akrab disapa Bang Kent itu, seorang pimpinan perusahaan seharusnya tak hanya semata-mata memberi perintah saja kepada bawahannya. Tetapi juga harus bisa mengayomi para karyawan.

“Seorang atasan harus bisa mengayomi bawahannya, dan tidak boleh melihat karyawan hanya sebagai mesin produktivitas, tetapi manusia seutuhnya. Dia (pimpinan-red) hanya boleh sebatas mengelola sumberdaya manusia dengan cara yang manusiawi,” tegas Kent.

Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu menegaskan, kekerasan fisik maupun verbal yang dilakukan oleh bos perusahaan game art dan animasi ‘BS’ terhadap karyawannya, telah melanggar undang-undang dan jika dilanggar maka ada konsekuensi hukum atas perbuatannya yang harus dipertanggung jawabkan.

Seperti yang tertuang di dalam Pasal 86 Ayat (1) UU Tenaker disebutkan bahwa Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: Keselamatan dan kesehatan kerja; Moral dan kesusilaan; dan Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Dan juga Pasal 351 KUHP mengatur tentang tindak pidana penganiayaan biasa, yang tidak termasuk penganiayaan berat dan penganiayaan ringan. Lalu Pasal 352 KUHP yang mengatur tentang penganiayaan ringan, yakni penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian.

Tak hanya itu, kata Kent, WNA tersebut bisa dijerat Pasal 104 UU Keimigrasian yakni penyidikan tindak pidana keimigrasian dilakukan berdasarkan hukum acara pidana Indonesia. Begitu juga dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), secara tegas menyebutkan, siapapun yang melakukan pelanggaran hukum di Indonesia akan ditindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, termasuk warga negara asing.

“Apabila bentuk kekerasan fisik dilakukan oleh bos terhadap karyawan, maka pelakunya dapat dijerat dengan pasal penganiayaan dalam KUHP, dan apabila bos tersebut melakukan kekerasan secara verbal, maka dapat dijerat pasal penghinaan dalam KUHP. Dan juga UU Keimigrasian. Aturan ini memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk memproses dan mengadili WNA yang terlibat perkara pidana sesuai dengan hukum Indonesia, termasuk melakukan penangkapan dan penahanan,” tegas Kent.

Dalam kasus ini, Kent meminta kepada petugas Imigrasi untuk melakukan pengecekan hingga pengejaran terhadap pasutri tersebut. Petugas Imigrasi harus melakukan screening izin tinggal kedua pelaku tersebut.

“Sebagai WNA jika datang ke Indonesia harus tunduk dan patuh kepada peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dan jangan sampai merugikan negara kita. Walaupun mereka membuka lapangan pekerjaan untuk warga Indonesia, mereka tidak bisa bertindak semaunya sendiri. Jika keduanya sudah ditangkap dan menjalani masa pidananya, maka keduanya harus dikenakan tindakan administratif keimigrasian, berupa deportasi dan tidak diperbolehkan masuk kembali ke wilayah Indonesia,” ketus Kent.

Oleh karena itu, Kent meminta kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Dirjen Keimigrasian dan Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk memberikan sanksi tegas kepada kedua pelaku kekerasan tersebut, serta penutupan izin usaha yang bersangkutan.

“Disnakertrans DKI harus segera menindak perusahaan tersebut, seperti menutup izin usaha dan harus ada tanggungjawab dari apa yang mereka sudah lakukan kepada karyawan tersebut. Dan untuk Polda Metro Jaya dan dari pihak Keimigrasian, harus segera menangkap kedua pelaku tersebut dan dihukum sesuai dengan UU yang berlaku,” tegas Kent.

Dengan adanya kasus tersebut, Kent menyarankan kepada Disnaker DKJ untuk lebih proaktif, jika perlu membuat layanan aduan semacam hotline untuk pihak-pihak yang membutuhkan advokasi, apabila ada tindak kekerasan berupa penganiayaan dalam lingkungan kerja.

“Disamping itu, para pekerja harus juga dibekali pengetahuan tentang hak-hak pekerja, dan ini menjadi tanggungjawab bersama terutama pihak pemerintah dalam mensosialisasikan hak-hak pekerja bekerjasama dengan syarikat pekerja, maupun lembaga advokasi pekerja lainnya, sehingga persoalan yang mengenaskan seperti cerita CS ini tidak terulang kembali di kemudian hari,” beber Kent.

Kasus tersebut, kata Kent, bisa dijadikan pembelajaran kepada perusahaan yang berlaku semena-mena dan melakukan penganiayaan terhadap karyawan. Padahal, sebenarnya jika karyawan di hargai maka akan bisa memberikan timbal balik yang luar biasa, lebih dari yang diharapkan oleh perusahaan.

“Kasus ini bisa dijadikan pelajaran kepada perusahaan-perusahaan yang tidak memberlakukan karyawannya sebagai manusia, yang hanya menjadikan karyawannya mesin produktivitas. Ingat! perusahaan bisa berkembang, berkat karyawan yang senang. Jangan mendzolimi karyawan,” pungkasnya.

Perlu diketahui sebelumnya, seorang karyawan berinisial CS (27), menjadi korban kekerasan atasannya berinisial C. Pengakuan CS di media sosial, kekerasan yang dialaminya ini berbagai macam mulai dari fisik, verbal, psikis, hingga pelecehan.

CS adalah karyawan di perusahaan yang bergerak di bidang game dan animasi di Jakarta Pusat. Belakangan terungkap nama perusahaan tersebut adalah Brandoville, yang tutup permanen pada Agustus 2024 lalu.

Menurut CS, kekerasan yang dialaminya ini telah berlangsung sejak 2022. Namun, kekerasan fisik yang paling parah ia alami pada 2024. Tahun ini, kata CS, atasannya berani untuk menggunakan tangannya sendiri untuk menyakiti CS. Sementara, di tahun-tahun sebelumnya, CS dipaksa menyakiti dirinya sendiri. CS menambahkan, perusahaan tempatnya bekerja itu kini tutup. Ia dan ratusan rekannya terkena pemutusan.

(mpr/ega)

Membagikan
Exit mobile version