Jakarta –
Penjualan mobil bekas disebut-sebut lebih tinggi dari mobil baru. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengamini tren membeli mobil bekas daripada mobil baru sedang terjadi.
Penjualan mobil nasional di Indonesia tahun 2024 tidak bisa tembus 1 juta unit. Salah satunya kelas menengah yang turun kasta.
Diketahui dalam Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia turun kelas dalam lima tahun terakhir, proporsinya menjadi hanya 47,85 juta. Kini, proporsinya hanya 17,13% dari total populasi, turun dari 21,45% pada lima tahun silam. Padahal, proporsi kelas menengah diharapkan mencapai sekitar 70% dari total populasi pada 2045.
“Daya beli yang utama kalau kita lihat lebih lanjut, kemampuan dari kelas menengah kita. Kalau teman-teman melihat apa yang dilaporkan BPS dari 2019-2024. Di mana jumlah kelas menengah kita berkurang,” kata Ekonom Senior, Raden Pardede di Gedung Kemenperin, belum lama ini.
Di sisi lain, pendapatan per kapita rata-rata orang Indonesia tidak dapat mengejar kenaikan harga mobil baru.
“Harga mobil kita itu naiknya rata-rata 7,5 persen per tahun. Sementara income masyarakat kelas menengah tadi, naiknya di batasan inflasi 3 persen. Jadi (kondisinya) makin lama, kayak mulut buaya, nganga terus. Nggak mampu beli mobil,” kata Sekretaris Utama Gaikindo, Kukuh Kumara.
Jadi karena harga mobil yang tidak diimbangi dengan tingkat pendapatan. Akhirnya orang-orang kelas menengah memilih mobil bekas.
Selain itu, lanjut Kukuh, penjual mobil bekas sekarang lebih transparan. Ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas mobil bekas jadi lebih tinggi.
“Kelas menengah beli mobil. Belakangan mereka belinya adalah beli mobil bekas. Jadi mobil bekas sekarang itu laku. Karena lebih transparan, cacatnya di mana, bekas baret di mana, kena banjir atau tidak. Ada semua,” ungkap Kukuh.
“Ternyata itu ada jawaban lain. Kita belum punya data exact-nya. Pasar mobil bekasnya diperkirakan 1,8 juta unit setahun,” kata Kukuh.
Tahun depan industri otomotif menghadapi tantangan dari segi pemungutan pajak. Tantangan pertama adalah terkait naiknya pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Semua mobil di Indonesia masuk kategori yang dipatok pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Makanya termasuk barang yang dikenakan PPN 12 persen.
Namun Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara menyebut kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen bukan faktor utama. Sebab mayoritas masyarakat Indonesia membeli barang dengan cara dikredit.
Opsen pajak menjadi faktor yang dinilai bisa memberatkan. Meskipun beberapa daerah sudah memberikan relaksasi berupa diskon pajak, namun hal ini sifatnya hanya sementara.
Berdasarkan dinamika yang bakal terjadi saat ini, Gaikindo memproyeksikan target penjualan mobil di Indonesia belum tembus satu juta unit.
“Kita belum duduk bareng (penetapan target 2025), belum menghitung secara rinci, kalau tahun kemarin saja, tidak ada opsen kita satu juta saja tidak dapat. Tahun ini kita harapkan dengan model baru, dan sebagainya, dan perkembangannya ada opsen yang ditunda, kita kalau mau optimis di 900-an (ribuan),” kata Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara di Gedung Kemenperin, belum lama ini.
(riar/din)