Jumat, Mei 17


Jakarta

Belum lama ini viral sopir Fortuner mengaku adik Jenderal terlibat cekcok dengan pengendara lain di Tol Jakarta-Cikampek. Kenapa ada orang terlibat konflik sampai membawa jabatan atau pangkat?

Dalam pemberitaan detikcom sebelumnya, mobil Toyota Fortuner berpelat dinas Mabes TNI viral di media sosial setelah dinarasikan bersikap arogan hingga menyerempet pemobil lain di Tol Japek. Sopir tersebut bahkan mengaku sebagai adik Jenderal.

Pengendara yang mobilnya ditabrak oleh sopir Fortuner melapor ke Bareskrim Polri. Laporan yang dilayangkan itu teregister dengan nomor LP/B/115/IV/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 16 April 2024. Laporan itu dilayangkan oleh pelapor bernama Marcellina Irianti Deca, sementara terlapor masih dalam lidik.


Namun faktanya sopir Fortuner itu ternyata menggunakan pelat dinas yang bukan semestinya. Pemilik nomor pelat dinas asli juga tidak kenal dengan pengemudi Fortuner.

Andry Berlianto, Praktisi Keselamatan Berkendara dari Global Defensive Driving Consulting (GDDC) mengungkapkan sebab perilaku pengemudi yang terlibat konflik lalu membawa jabatan, salah satunya bisa merasa paling superior.

“Benar sekali, karena strata tinggi biasanya membawa seseorang menjadi lebih pede untuk bisa berlaku arogan, mereka beranggapan lawan bicara mereka pasti akan takut atau kalah,” kata Andry kepada detikcom, Rabu (17/4/2024).

“Sama seperti misal kita bawa mobil besar, contoh: Fortuner dan kawan-kawan, pasti secara mentalitas kita pasti merasa ‘kuat’ jika berdampingan dengan mobil kecil, contoh: Brio dkk, bukan?” tambah dia.

“Bawaan manusia untuk merasa besar dan sombong, tinggal bagaimana manusia tersebut mengendalikan egonya,” jelas Andry.

Senada dengan Andry, psikolog klinis Nuzulia Rahma Tristinarum dari Pro Help Center mengungkapkan bahwa konflik yang berujung membawa nama jabatan memang kerap terjadi karena ada kecenderungan rasa inferioritas.

“Sehingga dengan bawa jabatan, merasa lebih superior, superioritas ini bisa mengintimidasi atau mengambil benefit tertentu,” terang Rahma kepada detikcom, beberapa waktu yang lalu.

Jika menghadapi kasus serupa, Rahma mengingatkan hal wajib yaitu tetap bersikap tenang. Tidak langsung merespons sikap yang ditujukan seseorang, dan menghindari terbawa emosi yang meledak-ledak.

“Sebaiknya pihak yang merasa lebih sehat mental, lebih mampu berpikir jernih dan tenang. Kita pertimbangkan dulu baik baik apa yang akan dilakukan untuk merespons. Kita tak perlu impulsif dan ikut terbawa emosi meledak ledak dalam merespons-nya,” beber Rahma.

Andry mengatakan perlunya sikap defensive driving. Ini merupakan perilaku mengemudi yang dapat menghindarkan dari masalah, baik yang disebabkan oleh orang lain maupun diri sendiri.

“Tidak mudah terpancing dan jauhi TKP agar terhindar dari konflik lanjutan. Kita tidak pernah tahu hasil akhirnya, kita bisa menang, kita bisa juga kalah… Ini yang merugikan,” jelas dia lagi.

“Defensive driving tidak belajar bagaimana kita mengatasi masalah tapi belajar bagaimana agar kita tidak masuk ke dalam masalah,” kata Andry.

Simak Video “Viral! CCTV Personel Polda Sumut Aniaya Istri yang Hamil gegara Celana
[Gambas:Video 20detik]
(riar/rgr)

Membagikan
Exit mobile version