Kamis, April 24


Jakarta

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyebut tak ada yang aneh dengan kosongnya posisi Dubes RI untuk Amerika Serikat (AS) yang hampir 2 tahun. Kemlu memastikan kerja-kerja Kedubes tetap berjalan sesuai mekanisme.

“Dalam kebiasaan diplomatik sebetulnya tidak ada yang aneh apabila suatu pos duta besar belum sempat terisi karena tetap mekanismenya berjalan, di mana kantor KBRI atau KJRI akan dipimpin oleh KUAI (Kuasa Usaha Ad Interim/ Charge d’Affaires),” kata Jubir Kemlu Roy Soemirat, saat dihubungi, Selasa (8/4/2025).

Ia pun mengatakan tak ada pengaruh kosongnya posisi Dubes dengan kebijakan tarif AS. Menurutnya negosiasi yang dilakukan tidak semuanya pada tingkat tinggi. Masih banyak pertemuan-pertemuan yang dapat dilakukan untuk melakukan negosiasi.

“Tidak semua negosiasi itu dilakukan pada tingkat tinggi juga. Banyak meetingnya,” ujarnya.

Terkait kapan posisi Dubes akan diisi, Roy menyerahkan keputusan pada presiden. Menurutnya, keputusan itu kewenangan prerogatif presiden.

“Sesuai UUD, penunjukkan duta besar untuk negara asing merupakan sepenuhnya hak preogratif presiden,” imbuhnya.

Diketahui, pemerintah Indonesia saat ini telah mempersiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa dalam perundingan untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal AS di Washington D.C.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai jalur diplomasi dipilih sebagai solusi yang saling menguntungkan tanpa mengambil langkah retaliasi terhadap kebijakan tarif resiprokal tersebut.

Namun pemerintah Indonesia akan melakukan pertemuan lebih dulu dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 mendatang untuk menyamakan sikap.

“Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN, menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia juga dengan Singapura, dengan Kamboja dan yang lain untuk mengalibrasi sikap bersama ASEAN,” ujar Airlangga.

Dalam pertemuannya dengan pelaku usaha, pemerintah menyatakan telah menyiapkan beberapa paket negosiasi.

Pertama, Indonesia bakal mengajukan revitalisasi perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi atau Trade & Investment Framework Agreement (TIFA).

“Karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangani di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong (revitalisasi) berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA,” ucap Airlangga.

Kedua, pemerintah akan memberikan proposal deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi. Kemudian, evaluasi terkait pelarangan dan pembatasan brang-barang ekspor maupun impor AS.

Solusi ketiga yang coba dibawa Indonesia adalah meningkatkan impor dan investasi dari AS lewat pembelian migas.

Kemudian keempat, pemerintah menyiapkan insentif fiskal dan nonfiskal melalui beberapa strategi, seperti penurunan bea masuk, PPh impor, atau PPN impor untuk mendorong impor dari AS serta menjaga daya saing ekspor ke AS.

“Terkait dengan tarif dan bagaimana kita meningkatkan impor, bagaimana dengan impor ekspor kita yang bisa sampai 18 miliar dolar AS diisi dengan produk-produk yang kita impor, termasuk gandum, katun bahkan juga salah satunya adalah produk migas,” ujar Airlangga.

Simak Video ‘Airlangga Sebut AS Sudah Terima Surat Negosiasi RI Soal Tarif 32%’:

(dek/eva)

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Membagikan
Exit mobile version