Jumat, Oktober 18


Jakarta

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merespons pengetatan impor dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan ini dinilai membuat sejumlah produk impor khususnya bahan baku terhambat.

Sebagai informasi, Permendag 36 ditandatangani Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas), ditetapkan dan diundangkan pada 11 Desember 2023. Pada pasal 72 Permendag menyebutkan Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

“Dari sisi yang lain mempengaruhi banget ini impor tidak hanya bahan impor produk tapi bahan utama bahan baku dan bahan penolong yang masih banyak dibutuhkan oleh para produsen. Jadi ini banyak sekali dilemanya,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani dalam acara Seminar Economic Outlook 2024, di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (22/3/2024).


Shinta juga mengatakan dirinya belakangan ini terus berkomunikasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga untuk membahas keluhan dari pengusaha akan aturan tersebut.

“Sampai dengan hari dengan Pak Menko Perekonomian lagi ini yang soal Permendag 36 ini nggak selesai-selesai. Kalau dilihat kepentingan banyak ya. Jadi maksudnya, pada satu sisi saya berikan contoh mengenai Permendag itu kita mau menurunkan ilegal impor itu sudah pasti itu bagus sekali merubah dari post border ke border,” jelas Shinta.

Shinta juga mengeluhkan terkait panjangnya perizinan untuk melakukan impor. Menurutnya proses dan berkas banyak juga menambah beban waktu dan biaya yang dikeluarkan.

“Terutama ya saya selalu mengatakan dari segi proses dari segi bagaimana kita mendapatkan izin dan lain-lain. Inilah sesuatu kalau kita omongin. Jadi ini ini saya rasa kita banyak perizinan yang juga prosedur yang panjang dan juga waktu biaya yang tentu saja tidak sedikit,” terangnya.

Shina menyarankan agar pemerintah jika ingin mengeluarkan kebijakan baru diperlukan pendekatan dengan pelaku usaha. Karena menurutnya pelaku usahalah yang berkaitan langsung dengan kondisi di lapangan.

“Kami mengusulkan kepada pemerintah selalu mengadakan regulatory impact assessment sebelum mengeluarkan suatu kebijakan, supaya kita tahu sebenarnya impact seperti apa dan kami pelaku, kami yang akan menjalankan. Jadi ini sesuatu yang perlu banyak konsultasi dengan pelaku juga,” pungkasnya.

(ada/hns)

Membagikan
Exit mobile version