Kamis, Januari 9


Jakarta

Lagi dan lagi, kecelakaan maut yang melibatkan bus pariwisata kembali terjadi. Bus pariwisata Sakhindra Trans dengan nopol DK 7949 GB diduga mengalami rem blong menabrak 10 sepeda motor dan 6 mobil di Kota Batu, Jawa Timur. Akibat peristiwa tersebut, empat orang meninggal dan 10 orang luka-luka.

Dikutip detikJatim, Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata mengatakan, empat orang yang meninggal dunia ini terdiri dari seorang ibu dan anaknya berusia 20 bulan asal Jember. Kemudian dua orang lainnya berasal dari Kota Batu.

“Kita saat ini berfokus pada penanganan korban. Jumlah korban ada 14 total. Terdiri dari korban meninggal 4 dan 10 lainnya luka-luka,” kata Andi.


Kecelakaan yang melibatkan belasan kendaraan ini terjadi pada Rabu (8/1/2025) sekitar pukul 19.15 WIB. Peristiwa itu bermula saat bus pariwisata melaju dari arah Jalan Sultan Agung menuju arah Jalan Imam Bonjol.

“Rombongan ini baru keluar dari Museum Angkut. Rupanya kendaraan ada kesalahan teknis, di Jalan Sultan Agung pengemudi mencoba membuang ke trotoar berharap ada fungsi pengereman tapi tidak berhasil. Kemudian terjadi laka di Jalan Imam Bonjol sampai Jalan Pattimura (bus berhenti menabrak pohon),” terang Andi.

Bus pariwisata tersebut mengangkut rombongan sebanyak 46 orang. Dengan rincian 39 pelajar, tiga guru pendamping, satu sopir utama, satu sopir cadangan dan dua kernet.

“Untuk rombongan sehat semua dan memang beberapa masih ada yang syok. Rombongan ini sudah kita pindahkan ke shelter,” ujar Andi.

Kenapa Kecelakaan Maut Bus/Truk Terus Terjadi?

Ini bukan kali pertama kecelakaan maut yang melibatkan kendaraan besar seperti bus dan truk terjadi di Indonesia. Korban terus berjatuhan akibat kecelakaan maut dari kendaraan besar ini.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, pemerintah belum serius menangani masalah transportasi ini.

“Keselamatan belum menjadi prioritas negara,” kata Djoko kepada detikOto, Kamis (9/1/2025).

Menurut Djoko, setidaknya ada tiga fundamental yang belum terpenuhi untuk keselamatan armada truk dan bus. Pertama, belum ada kewajiban perawatan safety item, contoh minimal sistem rem yang harus di-overhaul setiap 3 tahun (seperti moda lainya). Kedua, tidak ada batasan yang jelas untuk jam kerja dan istirahat pengemudi seperti masinis atau pilot. Ketiga, tidak adanya standar kesehatan mental dan fisik untuk pengemudi seperti pada moda lainya.

Menurut Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), ada beberapa masalah krusial pada pengemudi angkutan umum di Indonesia yang diidentifikasi, yaitu jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan serta rasio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya (danger).

“Ini jelas sangat berisiko tinggi terhadap keselamatan, karena dapat memungkinkan pengemudi bus untuk mengendarai kendaraan truk, atau sebaliknya, kompetensi atau keahlian mengemudinya tentunya berbeda. Kecakapan pengemudi sangat rendah dalam mengoperasikan kendaraan, dengan memanfaatkan teknologi yang ada pada bus dan truk, serta kemampuan melakukan pendeteksian dini atas kondisi kendaraan yang mengalami bad condition,” beber Djoko.

Faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak tertangkap pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2, serta mekanisme pelatihan defensive driving training (DDT) yang selama ini dijadikan persyaratan wajib oleh Kementerian Perhubungan untuk memberi izin.

“Sebagai pengemudi tidak hanya cukup berbekal keahlian dalam berkendara, namun juga mendalami teori dan praktik dengan menitikberatkan pada keselamatan, maka akan menjadikan pengemudi lebih percaya diri. Waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur, dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk. Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka berisiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada microsleep,” ungkap Djoko.

Menurut KNKT, sebanyak 84 persen penyebab kecelakaan terjadi akibat kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Kegagalan sistem pengereman dapat disebabkan oleh kondisi pengemudi yang tidak siap dan tidak menguasai kendaraan, ataupun kondisi dari kendaraan itu sendiri.

“Adapun penyebab kelelahan pengemudi adalah kurangnya waktu untuk beristirahat,” kata Djoko.

(rgr/din)

Membagikan
Exit mobile version