Kamis, Februari 6


Jakarta

Truk yang mengalami rem blong terus menjadi biang kerok kecelakaan maut. Kemarin malam, truk muatan galon air menjadi pemicu kecelakaan maut di Gerbang Tol Ciawi 2. Masalah ini diyakini menjadi buntut dari karut marut penyelenggaraan transportasi darat, khususnya angkutan barang.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan permasalahan tabrakan beruntun akibat truk rem blong tidak pernah mendapatkan solusi dari negara. Ini adalah buntut dari permasalahan angkutan barang berdimensi dan bermuatan lebih (overdimension overload/ODOL).

“Kejadian seperti ini merupakan akumulasi karut marut penyelenggaraan atau tata kelola angkutan logistik di Indonesia,” kata Djoko dalam keterangan tertulisnya yang diterima detikOto, Kamis (6/2/2025).


Djoko, yang mengutip pernyataan Ketua Umum MTI Tory Damantoro, mengatakan pemerintah harus segera bertindak untuk meningkatkan keselamatan transportasi darat.

“Jika masalah ini terus diabaikan, masyarakat akan terus hidup dalam kecemasan dan harus mempertaruhkan nyawa setiap kali menggunakan moda transportasi darat. Kita tidak harus menunggu ada pejabat atau keluarga pejabat yang menjadi korban, sudah banyak nyawa hilang, sehingga harus segera dibenahi,” katanya.

Menuru Djoko, setidaknya ada 12 kementerian/lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan angkutan logistik antara lain Kementerian Koordinator Ekonomi, Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pengembangunan Kewilayahan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Polri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kemeterian Tenaga Kerja, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM dan Bappenas.

“Sejak 2017, Ditjenhubdat Kemenhub mulai membenahi persoalan truk ODOL. Akan tetapi selalu gagal, karena penolakan Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) serta tidak didukung Kementerian Perdagangan lantaran kekhawatiran inflasi naik. Namun tidak ada upaya dari ketiga institusi tersebut untuk mengusulkan program membenahi masalah ODOL, selain menolak dan menakut-nakuti dengan isu inflasi,” ujar akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.

Masalah Pengemudi

Djoko melanjutkan, berdasarkan temuan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), ada tiga basis fundamental untuk keselamatan armada truk dan bus yang belum terpenuhi di Indonesia. Pertama, belum ada kewajiban perawatan safety item, contoh minimal sistem rem yang harus di-overhaul setiap 3 tahun (seperti moda lainya). Kedua, tidak ada batasan yang jelas untuk jam kerja dan istirahat pengemudi seperti masinis atau pilot. Ketiga, tidak adanya standar kesehatan mental dan fisik untuk pengemudi seperti pada moda lainya.

“Menurut KNKT (2024), jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan. Rasio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya (danger). Kecakapan pengemudi sangat rendah dalam mengoperasikan kendaraan. Waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur, dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk. Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka berisiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada microsleep,” ujar Djoko mengutip KNKT.

Masih mengutip KNKT, sebanyak 84 persen penyebab kecelakaan terjadi akibat kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Kegagalan sistem pengereman dapat disebabkan di antaranya oleh kondisi pengemudi yang tidak siap, serta tidak menguasai kendaraan, ataupun kondisi dari kendaraannya.

“Adapun penyebab kelelahan pengemudi adalah kurangnya waktu untuk beristirahat,” ucapnya.

Lanjut Djoko, pengemudi bukan hanya memiliki kemampuan teknik mengendarai yang baik dan pengetahuan berlalu lintas yang baik. Sopir juga harus memiliki kepribadian dan kompetensi yang baik, meliputi skill, knowledge, dan attitude.

Pungli Masih Subur

Djoko menilai, kesejahteraan petugas penguji kendaraan bermotor (KIR) harus diperhatikan. Menurutnya, minimnya tunjangan fungsional penguji kendaraan bermotor menyebabkan masih subur praktik pungutan liar (pungli).

“Praktik pungli ini akan semakin menyulitkan kebijakan zero kendaraan berlebih dimensi dan muatan,” ujar Djoko.

Kata Djoko, Peraturan Presiden Nomor 107 tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Penguji Kendaraan Bermotor sudah selayaknya direvisi mengingat sudah lama dan perkembangan teknologi kendaraan bermotor juga semakin menuntut keahlian khusus.

“Besarnya tunjangan rentang Rp 200 ribu-Rp 440 ribu per bulan sesuai jabatannya, sudah selayaknya dinaikkan rentang Rp 2 juta-Rp 4 juta per bulan,” katanya.

Lebih lanjut, keberadaan pengujian kendaraan bermotor dapat dialihkan ke pemerintah pusat agar mudah dalam hal pengawasan. Selain itu juga tidak membebani pemda, terlebih sekarang tidak ada pemasukan bagi pemda, lantaran uji laik kendaraan bermotor tidak dikenakan tarif.

Masalah berikutnya, kondisi jembatan timbang sudah tidak optimal. Kapasitas Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) tidak bisa menampung volume kendaraan barang yang lewat.

“Diperlukan Weight in Motion (WIM) sebagai pengganti UPPKB. WIM diintegrasikan dengan sistem denda elektronik berbasis Artificial intelligence (AI),” ujarnya.

(rgr/dry)

Membagikan
Exit mobile version