Sabtu, Oktober 19


Jakarta

Kandidat siapa menteri Pariwisata yang baru di era Prabowo-Gibran masih misteri. PHRI pun memiliki pesan untuk calon menteri yang baru.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran menggarisbawahi pentingnya keberanian dalam mengambil keputusan bagi Menteri Pariwisata yang baru.

Menurut dia, Menteri Pariwisata harus mampu mengatasi berbagai masalah di industri pariwisata dan berkolaborasi dengan kementerian serta lembaga terkait.


“Menteri yang cocok di pariwisata itu menteri yang berani mengambil satu keputusan. Menyelesaikan semua permasalahan yang ada di industri pariwisata, menteri yang bisa berdiskusi dengan kementerian lembaga lain terkait masalah industri untuk mencari jalan keluarnya,” ujar Alan, sapaan akrabnya, Kamis (17/10/2024).

“Kalau kita bicara pariwisata hanya soal promosi, itu terlalu kecil. Persoalan industri jauh lebih besar. Persaingan kita di ASEAN juga cukup ketat,” sambung Alan.

Meski Indonesia naik ‘kelas’ dari peringkat dari 32 menjadi 22 dunia dalam Travel and Tourism Development Index 2024, namun itu bukan suatu hal yang dapat dibanggakan dari sisi industri.

Sebabnya, industri pariwisata Indonesia justru tertinggal dari negara lain untuk pasar pariwisata di ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Thailand serta Vietnam, sementara Indonesia hanya urutan kelima.

“Idealnya kan keduanya menang. Walaupun performa bagus, tapi industri tidak sehat, tidak akan bisa juga kita men-trigger (memicu) pasar,” ungkapnya.

Ia pun menyoroti beberapa regulasi sebagai kunci untuk memperbaiki kesehatan industri pariwisata. Contohnya pada sektor perhotelan Indonesia yang membutuhkan kebijakan nyata terkait standar usaha hotel.

“Kita punya standar usaha hotel di UU 10/2009, yang diturunkan ke PM 53. Namun, dengan adanya UU Cipta Kerja, aturan itu tidak lagi bersifat mandatory,” jelasnya.

Alan pun berharap agar pemerintah segera mengambil kebijakan untuk memberikan pedoman klasifikasi hotel, mengingat saat ini belum ada pedoman yang konkret.

“SNI Hotel dan SNI CHSE memang ada, tapi siapa yang mau pakai itu?” tanya dia.

Soal pemisahan Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif, Maulana menilai pemisahan tersebut harus dilakukan dengan pertimbangan matang. Menurut dia, kedua sektor memiliki permasalahan yang cukup besar, sehingga masing-masing harus berdiri sendiri untuk lebih fokus.

“Ekraf itu punya potensi besar, dan jika ditunjang oleh industri pariwisata, akan sangat menarik,” ujarnya.

Namun, ia mengingatkan bahwa jangan sampai pemisahan tersebut justru menghambat kerja kementerian karena masalah nomenklatur yang belum tuntas.

“Jangan sampai kementerian terlalu sibuk mengurus nomenklatur, sementara pemerintah ingin mengejar pertumbuhan di industri pariwisata,” pungkas Alan.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version