Selasa, Januari 14


Depok

Kawasan Depok, yang kini kampus Universitas Indonesia (UI), dulu adalah perkebunan produktif milik Cornelis Chastelein. Lada, kopi, dan karet andalan ekspor.

Chastelein seornag saudagar kaya. Dia akuntan yang juga petinggi kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

Hingga kemudian dia tidak akur dengan Gubernur Jendral Joan van Horn. Dia pun meninggalkan VOC.


Lantas, pada 1696, ia membeli sebidang tanah seluas 12,44km² yang kini adalah Kecamatan Pancoran Mas, Depok. Dia kemudian berfokus mengembangkan perkebunan. Untuk mengurusi perkebunannya itu, dia mendatangkan 150-an budak dari Bali. Setelah itu, dia memberi marga kepada budak-budaknya tersebut.

Sejak itu pula, Depok menjadi sebuah perkebunan yang sangat produktif. Beberapa komoditas ekspor sukses besar ditanam di tanah tersebut. Chastelein yang memang keluaran kongsi dagang Belanda yakni VOC, sangat tokcer berstrategi dan tahu mengenai seluk-beluk dagang, termasuk peluangnya.

Saat detikTravel berada di Kantor YLCC, yang ada di Jalan Pemuda Nomor 72, Depok, beberapa waktu lalu untuk berjumpa dengan Koordinator Bidang Sejarah YLCC, Boy Loen, mengatakan perkebunan itu ditanami padi, kopi hingga karet.

“Makanya waktu dia buka perkebunan di sini yang dia tanam itu ada lada, kopi, karet yang pada waktu itu ini komoditas ekspor yang paling besar,” ujar Boy.

Keturunan Belanda Depok (Pradita Utama/detikcom)

“Dan di Depok yang paling terkenal adalah lada. Yaitu (ditanam) di daerah Mamprang, ladanya memiliki kualitas tinggi,” kata dia.

Boy mengakui tak tahu jelas lada yang dimaksud lada hitam atau lada putih.

Boy menerangkan untuk melihat sisa-sisa atau bekas perkebunan Chastelein kini sulit. Dia mengatakan yang paling gampang mendapati sisa kejayaan perkebunan Chastelein adalah adalah perkebunan karet.

“Misalnya di UI (kawasan Universitas Indonesia) di daerah Kukusan itu masih ada tuh, kita bisa ketemu eks perkebunan karet,” kata dia.

Koordinator Bidang Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein, Boy Loen (Pradita Utama/detikcom)

Kemudian, dalam cerita yang masih berkaitan dengan perkebunan di era Chastelein, Boy sempat menyebut Kantor YLCC berdiri adalah sebuah pemukiman untuk para budak-budak Chastelein yang menggarap kebun. Kini, kantor YLCC bertugas memelihara situs bersejarah peninggalan Depok Lama, dan yayasan ini juga menaungi berbagai macam kegiatan yang menggunakan situs bersejarah tersebut. YLCC didirikan pada 4 Agustus 1952.

Selain sebagai permukiman, Boy menuturkan dulu di Jalan Pemuda itu juga merupakan perkebunan kopi milik Chastelein.

“Kalau kopi sudah (sulit dicari sisa kebunnya) lah, kita nggak bisa nunjukin tapi di Depok dulu di Jalan Pemuda juga ada perkebunan kopi dulu,” ujar Boy.

“Perkebunannya ke arah sama, ke arah barat, naik ke Mampang terus sampai ke Cinere. Jadi di sini (Jalan Pemuda) pemukiman,” ujar dia.

Sementara itu, di akhir hayatnya, Chastelein memerdekakan budak-budaknya. Dia mewariskan tanah itu kepada budak-budaknya.

Sebelum meninggal, Chastelein sudah menunjukkan sebagai sosok yang tidak merendahkan budak-budaknya. Dia memberikan pendidikan ala Belanda kepada budak-budaknya, juga mengajari mereka membaca dan menulis, juga berkomunikasi dengan bahasa Belanda.

(wsw/fem)

Membagikan
Exit mobile version