Jakarta –
Pajak progresif kendaraan bermotor membuat orang mengakalinya dengan menggunakan nama orang lain. Padahal kalau dihapus, data kepemilikan kendaraan bisa lebih akurat.
Pajak progresif kendaraan diterapkan di berbagai daerah. Pajak progresif adalah penerapan tarif pajak kendaraan kepemilikan kedua dan seterusnya yang lebih besar dari tarif pajak kendaraan kepemilikan pertama. Tujuannya adalah untuk mengendalikan pertumbuhan laju kendaraan.
Namun, keberadaan pajak progresif rupanya bisa mempengaruhi kepatuhan pemilik kendaraan dalam menunaikan kewajibannya. Tidak sedikit orang berduit yang justru mengakali kebijakan ini dengan menggunakan identitas milik orang lain.
Bukan rahasia lagi, sering kali ditemukan pemilik kendaraan mewah tapi alamat yang bersangkutan tak mencerminkan harga mobil yang dibelinya itu. Mobil dengan banderol miliaran, tapi tempat tinggalnya justru di gang-gang. Bahkan untuk memarkir mobilnya saja tidak memiliki lahan.
Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus mengungkap, sejatinya bila pajak progresif dihapuskan malah bisa membuat masyarakat lebih taat pajak. Data kendaraan juga bisa sesuai dan tak mengakalinya dengan menggunakan KTP orang lain saat pembelian.
“Kan punya Ferrari padahal rumahnya gubuk kan kasihan kan. Kenapa orang pada begitu, karena ada pajak progresif,” terang Yusri saat dihubungi detikOto melalui sambungan telepon, Sabtu (9/11/2024).
Penghapusan pajak progresif, kata Yusri, sebaiknya dilakukan serempak di seluruh provinsi di Indonesia. Dengan begitu, orang bisa bebas memiliki kendaraan sesuai dengan kemampuan. Di sisi lain, data kepemilikan juga lebih akurat dan penegakan hukum lebih tepat sasaran.
“Orang Indonesia kan sering beli mobil, punya duit beli mobil tapi takut kena progresif, numpang pakai KTP sopirnya, pakai KTP orang lain gitu lho. Tapi kalau melanggar, yang dikirim surat cinta ke sopirnya kasihan atau ke sodaranya, padahal yang melanggar siapa, yang punya mobil,” lanjut Yusri.
(dry/rgr)