Minggu, Oktober 6


Jakarta

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat menyebut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya. Nama Jokowi disebut untuk pertama kali setelah Pilpres 2024.

Megawati menyebut nama Jokowi saat berpidato di acara ‘Sekolah Partai PDIP’ di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Mulanya dia bicara mengenai makna lagu Indonesia Raya yang dinilai sebagai bentuk bukti bahwa Indonesia lahir dengan sebuah konsep negara paripurna yang juga disampaikan kepada Jokowi.

“Pesan yang terdapat dalam lagu Indonesia Raya tersebut semakin meyakinkan saya, bahwa Indonesia memang lahir dengan sebenarnya. Sebuah konsepsi yang sudah sangat lengkap sebagai negara paripurna,” kata Megawati.


“Saya kan bilang mau nyari apa lagi sih? Saya ngomong sama Pak Jokowi, kalian pemimpin ya, itu harus menjalankan apa yang dipikirkan dan dituliskan oleh para pendiri bangsa, bukan kita bikin versi-versi,” imbuhnya.

Menurut Megawati, pemimpin saat ini selalu membuat versi. Dia menilai hal itu aneh.

“Nah, kalau sekarang saya lihat pemimpin bikin versi, aneh, ya mbok yo yang udah ada dijalanin aja, susah banget,” katanya.

Dia kemudian menceritakan momen ketika menunjuk Ganjar sebagai calon presiden dari PDIP pada pilpres lalu. Megawati menyampaikan Ganjar harus memimpin dengan konsep kebangsaan PDIP.

“Itulah saya bilang ini sama Pak Ganjar, ini Pak Mahfud, nggak tahu ke mana dia. Nah, iya, ‘awas loh ya, lo kalau mau jadi pemimpin, saya jadikan’. Banyak yang bilang bukan Ibu jadikan, terserah. Tapi saya bilang sama dia, ‘saya jadikan’ karena apa, kamu masuknya PDI Perjuangan, terserah kalau independen, partai lain, bukan saya yang jadikan, gitu lho. Kamu harus mengikuti konsep kebangsaan kita karena itu benarnya. Tinggal dijalankan itu paripurna, kok susah amat ya,” ungkapnya.

Konsep negara paripurna yang dimaksud Megawati adalah dengan adanya Pancasila, gotong royong, dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Dengan Pancasilanya, gotong royongnya, Bhinneka Tunggal Ika-nya, hanya karena subyektif, iya itu kan bikininannya Bung Karno, sok! Kalau memangnya Bung Karno, terus kenapa? Hah? Bikinan kadal? Lah iya lho, kan orang nanya, buktinya apa? Baca BPUPKI, kenapa diterima? Kan begitu, lalu siapa yang disuruh ngomong? Saya berani berbantahan, tapi dengan fakta, jangan omong kosong,” tegasnya.

Dia pun mempersilakan awak media =memberitakan pernyataan ini. “Nah itu tulis tuh wartawan, kalau berani. Nanti pasti ngomongnya, Bu kalau nggak kita ditegur Bu, yang negur sopo? Alang-alang? Yang bergoyang he-he…. Gile sama alang-alang bergoyang aja takut,” pungkasnya.

(dek/azh)

Membagikan
Exit mobile version