Jumat, Juli 5


Jakarta

Sebelum kasus judi online kian menjamur seperti sekarang ini, Pemerintah Provinsi Jakarta pernah melegalkan aktivitas yang satu ini. Bahkan di Kota Jakarta pernah berdiri sejumlah kasino dan tempat perjudian, termasuk di gedung Sarinah hingga kawasan Ancol.

Keberadaan kasino dan tempat judi lainnya pertama kali hadir di Ibu Kota saat masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin. Menurutnya kala itu kota Jakarta sedang benar-benar memerlukan dana untuk membangun jalan dan fasilitas umum.

Disitat dari situs Ensiklopedia Sejarah Indonesia (ESI) Kemendikbud, Rabu (3/7/2024), Ali Sadikin pada awalnya merupakan mantan Deputi II Panglima Angkatan Laut. Setelah ia sempat dipercaya Presiden Sukarno untuk menjabat sebagai Menteri Perhubungan Laut dan kemudian Menteri Koordinator Urusan-urusan Maritim.


Usai menjabat sebagai Menteri, ia dipercaya Sukarno kembali untuk menduduki posisi Gubernur DKI Jakarta. Dari sana Ali Sadikin menjadi orang nomor satu di Jakarta selama dua periode yaitu pada 1966-1977.

Ali Sadikin dipandang tepat untuk memimpin Jakarta karena berlatar KKO AL. Ia memahami masalah laut dan pelabuhan, dan ini sesuai dengan keadaan dan kebutuhan Jakarta sebagai kota pelabuhan.

Namun sayang, Ali Sadikin mengawali tugasnya sebagai gubernur dalam situasi yang tidak menguntungkan termasuk dari segi keuangan. Sebab kala itu Anggaran belanja DKI Jakarta amat kecil, hanya Rp 66 juta, yang sebagian besar digunakan buat belanja rutin.

Untuk mengatasi masalah ini, Ali Sadikin tidak hanya melakukan langkah agresif untuk meningkatkan penerimaan berbagai jenis pajak, tetapi ia juga berani menempuh langkah kontroversial dengan melegalkan perjudian. Dengan begitu ia bisa mendapat tambahan pajak dari sektor hiburan judi, meski banyak ditentang.

Kala itu Ali Sadikin menyatakan legalisasi perjudian merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi darurat, dan karena itu harus dilihat dalam konteks keseimbangan antara manfaat dan mudarat.

Perjudian Diatur Ketat

Sementara itu dalam buku ‘Gita Jaya: Catatan Ali Sadikin Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977’ yang ditulis langsung oleh Ali Sadikin dan diterbitkan oleh Pemprov DKI Jakarta (1977), disebutkan kala itu Pemprov DKI sangat ketat dalam mengatur tempat perjudian ini.

Lokalisasi ini dimaksudkan untuk menjaga masyarakat umum agar tidak terpapar aktivitas judi di tempat terbuka. Selain itu dengan adanya tempat-tempat judi legal seperti ini, pemerintah dapat menjaga retribusi kota Jakarta.

“Berdasarkan peraturan perundangan yang ada ketentuannya (UU Darurat No. 11 Tahun 1957), Atas kewenangan tersebut pemerintah DKI Jakarta mengambil langkah-langkah kebijaksanaan baik bersifat preventif, maupun represif terhadap perjudian,” ungkap Ali Sadikin dalam buku tersebut.

“Dalam upaya melokalisir penyelenggaraan judi pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan hasil pajak judi sebagai salah satu sumber keuangan daerah,” tambahnya.

Oleh karena itu pada masa kepemimpinan Ali Sadikin, lokasi perjudian tidak boleh berdekatan dengan kawasan permukiman, tempat ibadah, tempat-tempat kebudayaan, dan lokasinya harus tertutup serta tidak mudah untuk didatangi masyarakat berpenghasilan kecil.

Karenanya, salah satu kasino yang cukup populer di zaman itu berada di dalam gedung Sarinah. Selain itu lokalisasi tempat judi ini juga ada di Casino Petak IX, Casino Djakarta Theatre, Casino Copacabana, Stand Ketangkasan di Jakarta Fair/Arena Promosi dan Hiburan Jakarta, Lotto Fair Proyek Senen dan Krekot, Toto Pacuan Kuda Pulo Mas, Toto Hai Lai Ancol dan Toto Greyhound Senayan.

Bangun TIM Hingga Tata MH Thamrin

Berkat tambahan dana itu Ali Sadikin terbukti sukses menjalankan program-programnya yang salah satunya adalah Pola Rehabilitasi Tiga Tahun (1967-1969). Pola Rehabilitasi mencakup penataan dan pengembangan kota, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan serta kebudayaan.

Pembangunan Jakarta juga diarahkan pada kawasan desa melalui Program Perbaikan Kampung (PPK) yang disebut proyek Mohammad Husni Thamrin (MHT). Proyek ini memiliki nilai strategis karena lansekap Jakarta saat itu yang masih didominasi kampung-kampung yang dihuni oleh sekitar 60% penduduk Jakarta dengan fasilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan minim.

Untuk mengatasi masalah itu Ali Sadikin telah merehabilitasi dan membangun banyak gedung sekolah dari SD hingga SMA. Kemudian untuk pembangunan di bidang kesehatan dilakukan dengan meningkatkan status Balai Pengobatan menjadi Puskesmas.

Selain itu juga dikembangkan rumah sakit pemerintah dan swasta serta pemberian subsidi untuk pasien dari kalangan tidak mampu. Pelayanan kesehatan lainnya adalah penyuluhan kesehatan dan pemberantasan penyakit menular terutama kolera, TBC, malaria, demam berdarah, penyakit mata, penyakit kelamin, cacar, dan frambusia.

Sedangkan untuk pembangunan budaya, Ali Sadikin membangun pusat kesenian Taman Ismail Marzuki (TIM). Ia juga mendirikan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) untuk mendidik para seniman muda.

(fdl/fdl)

Membagikan
Exit mobile version