Minggu, Oktober 6

Jakarta

Sebuah penelitian dilakukan di Guarulhos, kota terbesar kedua di negara bagian Sao Paulo, Brasil. Ditemukan bahwa layanan perpesanan instan WhatsApp dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk membantu para lansia (lanjut usia) mengatasi kesepian dan depresi.

Sebuah artikel tentang penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine. Penulis yang ikut serta dalam penelitian ini adalah Marcia Scazufca, seorang peneliti ilmiah di Hospital das Clínicas (HC), kompleks rumah sakit yang dikelola oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sao Paulo (FM-USP), dan seorang profesor di sekolah tersebut.

“Ini adalah uji coba terkontrol secara acak yang melibatkan 603 partisipan berusia di atas 60 tahun dan terdaftar di 24 klinik perawatan primer milik SUS (Sistema Único de Saude, jaringan kesehatan masyarakat nasional Brasil). Mereka secara positif diskrining untuk depresi dan menunjukkan gejala yang signifikan dari gangguan tersebut. Mereka secara acak dibagi menjadi dua kelompok,” jelas Scazufca sebagaimana dikutip detikINET dari Medical Express, Jumat (14/6/2024).


Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok intervensi dengan 298 peserta, menerima pesan WhatsApp melalui program Viva Vida yang berarti panjang umur sebanyak dua kali sehari, empat hari seminggu, selama enam minggu, dengan konten edukasi tentang depresi dan aktivasi perilaku.

Dan kedua kelompok kontrol, dengan 305 peserta, menerima satu pesan dengan konten edukasi. Kedua kelompok tersebut tidak menerima dukungan dari tenaga kesehatan profesional.

Usia rata-rata peserta adalah 65,1 tahun. Mayoritas peserta adalah perempuan (74,8%). Meskipun 603 orang pada awalnya direkrut, hanya 527 (87,4%) yang menyelesaikan penilaian lanjutan. Gejala depresi membaik pada 42,4% kelompok intervensi, dibandingkan dengan 32,2% pada kelompok kontrol.

“Hal ini menunjukkan bahwa intervensi dalam bentuk pesan ponsel merupakan pengobatan jangka pendek yang efektif untuk mengatasi depresi pada lansia di daerah dengan layanan kesehatan yang terbatas,” kata Scazufca.

Pemilihan peserta didasarkan pada jawaban dari Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9), alat skrining yang telah divalidasi secara luas yang digunakan untuk menilai keberadaan dan tingkat keparahan depresi berdasarkan skala dari 0 hingga 27, dengan 0-4 menunjukkan tidak adanya depresi, dan 5-9, 10-14, 15-19, dan 20-27 menunjukkan depresi ringan, sedang, agak parah, dan parah.

“Kami mengundang semua orang dengan skor 10 atau lebih pada penilaian awal untuk berpartisipasi, sehingga sampel kami mencakup orang-orang dengan depresi sedang dan berat,” ujar Scazufca.

Karena banyak lansia di Brasil yang berpenghasilan rendah yang setengah tahu huruf atau buta huruf, kelompok intervensi menerima pesan audio atau gambar berdurasi tiga menit, tetapi tidak ada pesan teks.

Para peneliti berhati-hati dalam menggunakan bahasa sederhana yang terinspirasi dari program radio populer. Dua aktor, dengan nama samaran Ana dan Léo, membacakan pesan-pesan tersebut, yang berevolusi dari frasa edukasi tentang depresi menjadi panduan untuk aktivasi perilaku dan nasihat untuk menghindari kekambuhan.

“Perbedaan sepuluh poin persentase antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dalam hal peningkatan mungkin terlihat kecil, tetapi mengingat biaya Viva Vida yang sangat rendah dan proporsi populasi yang sangat besar yang berpotensi dijangkau, sepuluh poin persentase ini dapat mewakili jutaan orang,”

“Selain itu, Viva Vida harus dilihat sebagai langkah awal yang dapat dikombinasikan dengan bentuk intervensi lainnya. Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar partisipan tidak pernah menerima pengobatan apapun untuk depresi, dan bahkan tidak pernah didiagnosis sebagai orang yang mengalami depresi,” lanjutnya.

Ia menambahkan bahwa hasil penelitian ini sangat relevan di negara berpenghasilan menengah seperti Brasil, di mana jumlah lansia meningkat dengan cepat dan layanan kesehatan mental masih sangat minim.

Biaya program yang rendah dan kemudahan pelaksanaannya berarti program ini dapat direplikasi di negara-negara lain dengan kondisi sosial ekonomi yang serupa atau lebih buruk dan di mana perawatan konvensional tidak tersedia atau tidak terjangkau bagi banyak orang.

“Ketika kami melanjutkan jenis penelitian ini, kami mungkin akan menemukan bukti yang lebih kuat tentang manfaat intervensi kesehatan mental digital dan memperluas cakupan perawatan psikososial secara global,” katanya.

Simak Video “WhatsApp Akan Rilis Fitur Pengingat Akun yang Jarang Dihubungi
[Gambas:Video 20detik]

(jsn/fay)

Membagikan
Exit mobile version