Senin, Oktober 21


Jakarta

Perjalanan karir juara kedua MasterChef Singapura ini cukup menantang. Hampir gagal karena didiagnosa gagal ginjal, kini ia sukses buka warung Nasi Padang.

Mendapatkan posisi kedua dalam sebuah kompetisi memasak tidak menjamin seseorang bisa langsung sukses di industri tersebut. Selain persaingan di industri kuliner yang semakin ketat, ada kalanya seorang pemenang perlu menghadapi tantangan tidak terduga.

Contoh saja juara kedua MasterChef Singapura musim ke-4 ini yang butuh waktu satu tahun untuk bisa sukses di bidang kuliner.


Tahun lalu merupakan tahun yang penuh tantangan bagi juara kedua MasterChef Singapura, Tina Amin. Usai mengikuti kompetisi MasterChef musim ke-4, Tina yang awalnya mengelola bisnis toko roti dan katering rumahan memutuskan untuk menutup usaha tersebut, dan memulai usaha warung kaki lima, lapor Channel News Asia (16/10/2024).

Tina memutuskan untuk membuka usaha nasi Padang bernama Santapan Padang yang sudah lama ia impikan. Sejak usia 18 tahun juara kedua MasterChef Singapura ini memang sudah bekerja di restoran nasi Padang milik orang tuanya. Jadi, mendirikan usaha Santapan Padang adalah salah satu cara untuk meneruskan warisan keluarga.

Wanita berusia 44 tahun itu membuka warung nasi Padang halal yang terletak di sebuah kedai kopi di daerah Kampoeng Ubi, Singapura. Ia mengelola tempat ini bersama kedua orang tuanya dan suaminya.

Tina Amin, juara kedua MasterChef Singapura musim ke-4 yang membuka warung makan nasi Padang di Singapura. Foto: 8Days/Aik Chen

Sayangnya, perjalanan menuju impiannya itu cukup menantang. Saat syuting MasterChef, Tina mengalami sakit punggung yang parah. Awalnya ia mengabaikan hal tersebut dengan berpikir bahwa ia hanya kelelahan.

Namun, rasa sakit itu terus berlanjut setelah kompetisi, dan ia baru memeriksanya setelah pingsan karena terjatuh. Setelah diperiksa, barulah diketahui bahwa dirinya mengalami gagal ginjal.

Kondisi gagal ginjalnya cukup parah karena dokter mengaku tidak bisa melakukan apapun lagi untuk mengatasinya. Menurut Tina, satu-satunya solusi adalah menjalani transplantasi.

Meskipun kesehatannya terganggu, Tina tetap bersemangat berjuang melawan penyakit ini. Tina telah menerima kondisinya saat ini dan tetap ingin menjalani hidup semaksimal mungkin.

“Saya harus melakukan apa pun yang saya inginkan. Bahkan, jika saya memperoleh penghasilan kurang dari 1.000 SGD (11.808.880,00) daripada saat saya bekerja paruh waktu, saya lebih bahagia karena saya menikmati apa yang saya lakukan,” ujarnya.

Tina sesekali masih merasakan punggung sakit, tetapi kondisi tersebut tidak terlalu merepotkan Tina dalam menjalani pekerjaanya yang sekarang. Beda dengan pekerjaan sebelumnya dimana ia terkadang bekerja 15 jam sehari. Saat ini, ketika lelah, ia akan menyerahkan pekerjaan berat kepada suaminya.

Usaha warung nasi Padang milik Tina pun sudah berjalan sekitar 2 bulan sejak dibuka pada Agustus lalu. Warungnya menawarkan sekitar 20 hidangan setiap hari, dan semuanya dimasak sendiri oleh Tina dan ibunya.

Sekitar 20 hidangan tersedia di warung makan Nasi Padang milik juara MasteChef Singapura ini. Foto: 8Days/Aik Chen

Setiap hari menunya akan berganti, tetapi tetap ada hidangan utama yang tersedia, seperti rendang sapi dan sambal goreng. Sepiring nasi dengan hidangan utama, sayur, dan lauk pauk dibanderol dengan harga 6,50 SGD (Rp 76.757).

Menu yang dipesan sendiri atau ala carte dikenakan biaya mulai dari 1,50 SGD (Rp 17.713) untuk sayur hingga 3,50 SGD (Rp 41.331) untuk hidangan premium.

Uniknya lagi, pada hari Jumat, warung nasi Padang milik Tina menawarkan nasi biryani sebagai pengganti nasi Padang. Harganya mulai dari 6,50 SGD (Rp 76.757) untuk nasi biryani ayam dan 7,50 SGD (Rp 88.566) untuk biryani daging kambing.

Warung nasi Padangnya terbilang cukup sukses karena setiap harinya sebagian besar hidangan habis terjual. Meskipun menurut Tina, kondisi warungnya saat ini sangat berbeda dari pertama kali dibuka. Dulu tidak ada pelanggan yang datang, tetapi saat ini warungnya banyak didatangi pengunjung.

“Selama minggu pertama, tidak ada yang makan masakan saya karena terlalu ‘Indonesia’. Sebagian besar pelanggan adalah warga negara China dan Malaysia, sehingga mereka tidak familiar dengan makanan Padang, seperti opor nangka dan buntut asam pedas,” ujarnya.

Hal tersebut membuat Tina akhirnya mengubah menu, sehingga saat ini sekitar setengah dari menu yang disajikan adalah hidangan lokal, seperti sambal kangkung dan fried hotdog dengan kentang.

(aqr/odi)

Membagikan
Exit mobile version