Minggu, Oktober 13

Jakarta

Populasi Jepang terus menurun akibat angka kelahiran yang sangat rendah. Salah satu solusi yang tengah digarap untuk menghadapi masalah ini adalah membuat aplikasi cari jodoh mirip Tinder.

Krisis populasi di Jepang makin menjadi-jadi. Angka kelahiran bayi di Jepang tahun 2023 lalu anjlok, yang merupakan penurunan selama 8 tahun berturut-turut. Negara itu pun menghadapi krisis yang mengancam eksistensinya.

Selain jumlah kelahiran, angka pernikahan pun turun 5,9% jadi 489.281 pasangan menikah, turun di bawah 500 ribu untuk pertama kalinya dalam 90 tahun. Rendahnya angka pernikahan ini pula yang jadi biang keladi minimnya kelahiran bayi.

Ya, angka kelahiran yang rendah di Jepang disebabkan banyak warganya yang memilih tak berkeluarga dan tak mau punya anak. Untuk itulah pemerintahnya mencoba berbagai cara untuk menghadapi masalah tersebut.


Salah satunya adalah membuat aplikasi ala Tinder, yang dijadwalkan akan dirilis pada musim panas tahun 2024 ini. Meski tujuannya sama-sama untuk mencari jodoh, aplikasi besutan pemerintah Jepang ini punya regulasi yang lebih ketat.

Contohnya, pengguna diwajibkan mendaftar menggunakan KTP dan mencantumkan slip gajinya. Selain itu pendaftar harus menjawab 15 pertanyaan terkait latar belakang mereka, dari mulai tingkat pendidikan sampai riwayat pekerjaan. Mereka pun diwajibkan menandatangani pernyataan yang menyebutkan mereka memang mencari pasangan untuk menikah, bukan sekadar bersenang-senang.

Persyaratan yang ketat ini kemudian dijelaskan oleh Gubernur Tokyo Yurio Koike. Ia menyebutkan syarat ini penting karena akan membantu menjodohkan pengguna aplikasi, agar mereka bisa merencanakan masa depan bersama.

Meski begitu, persyaratan ini dianggap akan menjadi masalah untuk aplikasi tersebut. Saki Ito, pengurus situs pencari jodoh Match Up, menyebut pria dengan gaji rendah kemungkinan besar akan kesulitan untuk mencari jodoh di aplikasi semacam itu, karena kebanyakan perempuan mencari pria yang gajinya lebih tinggi.

Jadi menurut Ito, pemerintah semestinya lebih berfokus dalam mengurus kebijakan agar meningkatkan pemasukan dan memberikan insentif untuk pasangan yang mau menikah, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Senin (10/6/2024).

Selain itu, aplikasi pencari jodoh semacam ini pun menyimpan masalah lain. Berdasarkan survei tahun 2021 dari Mitsubishi UFJ Research and Consulting Co. enam dari 10 pengguna aplikasi pencari jodoh memalsukan identitasnya di aplikasi semacam ini.

Simak Video “Karyawan Costco di Jepang Dibayar Tinggi, Berapa?
[Gambas:Video 20detik]

(asj/fay)

Membagikan
Exit mobile version