Jakarta –
Januari menjadi bulan yang ditunggu-tunggu oleh sebagian traveler untuk berkunjung ke Baduy. Alasannya satu, hanya untuk berburu durian.
Durian Baduy bukanlah durian yang berukuran besar serupa durian montong atau daging buahnya yang kuning terang seperti musang king. Durian Baduy adalah durian lokal yang memiliki ciri khasnya tersendiri, sehingga banyak wisatawan berbagai daerah rela berkunjung ke Lebak, Banten hanya untuk durian Baduy.
Bisa dikatakan durian-durian yang berasal dari daerah Baduy ini adalah durian organik. Karena, dalam pemeliharannya tidak ada campuran bahan kimia apapun, tanpa terkecuali. Sehingga, rasa dan kenikmatan yang dikeluarkan oleh durian Baduy itu sangat alami.
Urang Baduy (masyarakat Suku Baduy) menjaga durian itu secara alami sesuai dengan adat-istiadat dan budaya yang telah dilakukan sejak dahulu kala. Nah, penggunaan bahan kimia seperti pestisida, pupuk, ataupun vitamin dianggap akan merusak alam. Boleh dibilang tidak ada perlakukan khusus untuk pohon durian di wilayah Baduy (Luar maupun Dalam).
Salah satu pengepul durian, Jamal, mengatakan kepada detikTravel jika dulu pohon-pohon durian itu tumbuh sendiri tanpa dibudidayakan. Jamal juga bilang tidak ada perkebunan durian di Baduy, karena pohon-pohon durian itu tumbuh di mana saja di kampung itu.
“Rata-rata ditanam tapi yang tumbuh sendiri juga dirawat gitu, jadi seadanya aja. Kalau orang-orang dulu mungkin merawat (pohon durian) yang jadi (tumbuh) di area ladang kita, dirawat dan jadi gede,” kata Jamal, yang juga salah satu tokoh masyarakat di Baduy.
Jamal merupakan sosok yang tumbuh dan besar di Baduy Luar, sehingga mengetahui tentang bagaimana Durian Baduy ini tumbuh di sana.
“Kalau kekinian ya generasi kekinian, banyak juga yang memilih bibit-bibit durian gitu jadi ya buahnya gede, warnanya kuning, isinya tebal. Tapi yang nggak sengaja kita nanam ada juga yang kaya gitu,” kata lelaki berkumis tebal itu.
Menurut adat istiadat Baduy, pohon durian yang sudah tumbuh besar dan mungkin tidak produktif lagi, tidak boleh ditebang. Sehingga, banyak pohon durian di sana yang berumur ratusan tahun.
“Kita tidak boleh tebang pohonnya itu mau segede apapun, sudah ratusan tahun pun tidak boleh ditebang, tidak boleh menggunakan alat mesin sensor segala macem gitu kan. Jadi kalaupun mati, mati dengan sendirinya, nggak ditebang,” kata Jamal, sapaan akrab wisatawan kepadanya.
Baduy Lautan Durian
Wisatawan membeli durian di Baduy. (detikcom/Andhika Prasetia)
|
detikTravel menginap semalam di rumah Kang Jamal dan mendapati wisatawan datang tak habis-habisnya ke kediamannya untuk bertransaksi durian. Ya, di teras rumahnya itu bertumpuk durian-durian yang disediakan untuk wisatawan yang membeli.
Durian itus eperti pengunjung saja, juga tidak ada habis stoknya. Entah berapa durian yang ia sediakan dalam satu hari itu walau banyak wisatawan yang memborong durian.
Jamal menyebutkan dalam satu pohon durian bisa menghasilkan 500 hingga 1.000 butir dalam satu hari (saat musim durian). Tak terbayang jika semua pohon-pohon durian di wilayah Baduy ini berbuah, maka berapa butir durian yang bisa dihasilkan.
Dalam satu tahun musim durian di Baduy memang rata-rata di bulan Januari, namun hal itu juga tergantung pada cuaca.
“Bahkan tahun kemarin mah karena memang bergantian, bukan semata-mata satu pohon berbuah empat kali, melainkan bergantian. Jadi pertama pohon yang ini berbuah, terus bulan depan pohon berikutnya jadi bisa sampai empat kali (panen) dalam satu tahun, tapi kalau sekarang kayaknya serentak,” kata dia.
“Kalau sistem perkebunan di sini campur sari, jadi banyak tanaman-tanaman lainnya yang tidak sengaja juga kayak semacam dibikin kebun khusus duren, beda dengan di daerah-daerah lain yang memakai sistem semacam usaha (dijadikan bisnis). Kalau di sini kan seadanya, jadi satu lahan itu dikolaborasi dengan tumbuh-tumbuhan lain,” kata Jamal.
(upd/fem)