Rabu, Juli 3


Jakarta

Penjualan anggota Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengalami penurunan 21 persen sepanjang Januari-Mei 2024. Untuk mendongkrak penjualan, Gaikindo mengungkap perlu adanya insentif lagi.

Berdasarkan data Gaikindo, penjualan wholesales (pabrik ke dealer) mobil nasional turun 21% (year on year) menjadi 334.969 unit. Di sisi lain, penjualan retail (dealer ke konsumen) juga turun 14,4 persen menjadi 361.698 unit.

Ada beragam faktor yang bisa menyebabkan anjloknya penjualan sampai 21 persen sepanjang Januari-Mei 2024.


Ketua I Gaikindo, Jongkie D. Sugiarto mengungkapkan melambatnya pertumbuhan ekonomi, kenaikan suku bunga hingga pelemahan rupiah telah berdampak penjualan mobil nasional.

“Kenaikan suku bunga, BI Rate sekarang ada 6,25, yang pernah dulu kita mengalami di 4 persen, bahkan di bawah 4 persen. Nah itu juga sangat mempengaruhi,” ujar Jongkie dikutip dari Profit CNBC Indonesia, Senin (1/7/2024).

“Ketiga, belakangan ini terjadi adalah pelemahan mata uang rupiah terhadap dollar. Ini bisa berdampak terhadap harga jual daripada kendaraan bermotor tersebut. Ada sebagian, masih ada bahan baku yang diimpor, dan memakai mata uang asing, baik itu dollar, yen, euro dan lain sebagainya. Faktor-faktor ini yang menyebabkan penjualan kami turun,” tambahnya lagi.

Dia berharap adanya insentif untuk mendorong daya beli sehingga industri dapat terus bergerak. Salah satu cara yang sudah dikomunikasikan ialah saat stimulus fiskal saat pandemi Covid-19, sebagaimana yang diberikan pada 2021 yakni pengurangan pajak pertambahan atas barang mewah (PPnBM).

“Kita waktu itu antisipasi bersama pemerintah, kami usulkan kepada pemerintah, kami pikirkan bagaimana bisa menurunkan harga jual. Apakah pemerintah bersedia untuk juga memangkas pajak yang bisa dipangkas, dengan menurunkan pajak-pajak tertentu maka harga jual kendaraan bermotor kita bisa turun, dengan harga turun tadi, maka daya beli masyarakat yang tadi melemah, masih sanggup membeli, harganya masih terjangkau,” kata Jongkie.

“Memang betul waktu itu (pandemi Covid-19) ada pemangkasan PPnBM sampai di mobil-mobil tertentu sampai dengan nol. Tapi income pemerintah bukan berkurang atau turun, betul di sisi satu PPnBM dinolkan, tapi jumlah penjualan yang meningkat PPN-nya naik, Bea Balik Nama itu PAD, meningkat, PKB pun meningkat, PPh dari perusahaan komponen meningkat, semuanya meningkat,” ungkapnya lagi.

Dengan meningkatnya penjualan, PHK dapat terhindarkan. Pulihnya produksi dan penjualan industri otomotif akan memiliki multiplier effect bagi sektor industri lainnya.

“Kami coba bertahan terus, kalau ini bisa tadi dipikirkan segera, lalu dirundingkan, disepakati, pemerintah bisa memberikan insentif lagi, untuk sementara saja kok, ini tidak untuk seterusnya, untuk sementara saja, sambil bisa meningkatkan angka penjualan, semua bergerak lagi, pabrik-pabrik tadi, yang kami khawatirkan jangan sampai PHK, itu kan sangat-sangat tabu, jangan sampai ada PHK, ini multipliernya luar biasa, kalau ini bisa segera bisa dijalankan lagi, waktu itu sudah dijalankan dan berhasil, kenapa tidak? hanya temporary tadi,” jelas Jongkie.

(riar/dry)

Membagikan
Exit mobile version