Senin, Maret 10


Jakarta

Bisphenol A (BPA) belakangan menjadi kekhawatiran sejumlah pihak, tidak sedikit yang kemudian memilih sejumlah produk wadah makanan maupun minuman berbahan plastik dengan label ‘BPA Free’ dengan anggapan sepenuhnya aman saat dikonsumsi. Jangan sampai salah, sejumlah pakar menekankan sebetulnya BPA paling banyak ditemukan pada jenis makanan kaleng.

Spesialis gizi klinik dr Karin Wiradarma, M Gizi, SpGK menyebut makanan kaleng bahkan menjadi sumber utama pajanan BPA di manusia.

“Sebuah studi meneliti kandungan BPA di berbagai makanan baik makanan segar, beku, dan kaleng. Mereka menemukan BPA di 73 persen makanan kaleng. Di makanan segar dan beku sekalipun juga ditemukan BPA sebanyak 7 persen,” tandasnya.


Mengutip sebuah riset, dr Karin menyebut temuan kadar BPA dalam kemasan ikan kaleng ada yang mencapai 106 nanogram/gram. Kadar bervariasi tergantung sifat kimia bahan pangan yang dikemasnya, termasuk sifat keasamannya.

detikcom Leaders Forum kembali hadir dengan tema ‘Fomo Apa-Apa BPA Free’. Dokter spesialis hingga pakar polimer menjadi pembicara forum tersebut. Foto: Pradita Utama

Rata-rata paparan BPA pada anak usia di atas tiga tahun berada di 70 nanogram/kg berat badan/hari, tertinggi adalah 190 nanogram/kg berat badan/hari. Sementara untuk dewasa, paparan rata-rata adalah 140 nanogram/kg berat badan/hari, maksimum adalah 420 nanogram/kg berat badan/hari.

Sementara itu, The European Food Safety Authority (EFSA) menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen adalah 4 mikrogram/kg berat badan/hari. Di bawah batas tersebut, kadar BPA dianggap terlalu rendah untuk bisa memberikan dampak bagi kesehatan.

Di Indonesia, batas migrasi BPA dalam wadah pangan berbahan platik polikarbonat juga diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI). Batas maksimal migrasi BPA ditetapkan 0,6 bpj (600 mikrogram/kg).

Penting pula untuk diingat, tubuh manusia dalam kondisi normal memiliki mekanisme untuk mengeluarkan lagi partikel BPA yang masuk ke dalam tubuh. Karenanya, anggapan bahwa BPA akan terakumulasi di dalam tubuh adalah mitos.

Lalu kenapa botol bayi harus ‘BPA Free’? Menurut dr Karin, produk-produk botol bayi umumnya memang dipilih yang bebas BPA. Pasalnya, produk-produk tersebut butuh pemanasan saat proses sterilisasi. Selain itu, kondisi liver bayi belum seoptimal orang dewasa dalam menjalankan fungsi metabolisme.

“Semakin besar usianya, livernya itu sudah lebih matang, sudah lebih bisa mendeteksi ini BPA, beda dengan kelompok bayi dan anak,” bebernya.

Antusiasme peserta diskusi detikcom Leaders Forum membahas tentang Bisphenol A atau BPA. Foto: Pradita Utama/detikHealth

(naf/up)

Membagikan
Exit mobile version