Kamis, Januari 30

Jakarta

Jam Kiamat 2025 resmi diumumkan. Ilmuwan menetapkan waktu ‘kiamat’ tahun ini adalah 89 detik menjelang tengah malam.

Mengutip Bulletin of the Atomic Scientists’ Science and Security Board (SASB), para ilmuwan sepakat bahwa ini adalah waktu terdekat yang pernah dicapai Jam Kiamat mendekati tengah malam sepanjang 78 tahun sejarahnya.

“Waktu Jam Kiamat 2025 maju sedetik dari penetapan Jam Kiamat 2023 dan 2024 (90 detik menuju tengah malam), menandakan bahwa dunia sedang berada dalam jalur risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya,” sebut para ilmuwan yang tergabung dalam Bulletin of the Atomic Scientists (BAS).


Ilmuwan berpendapat, terus berada di jalur ini akan mempercepat kiamat, dan Amerika Serikat, China, serta Rusia memiliki tanggung jawab utama untuk menarik Bumi dari jurang kehancuran.

Waktu Jam Kiamat ditetapkan setelah berkonsultasi dengan para Dewan Sponsornya, yang mencakup sembilan Pemenang Nobel. Faktor-faktor yang memengaruhinya termasuk ancaman senjata nuklir, krisis iklim, ancaman biologis, dan teknologi disruptif seperti kecerdasan buatan (AI).

“Tujuan dari Jam Kiamat adalah memulai percakapan global tentang ancaman eksistensial yang sangat nyata yang membuat para ilmuwan top dunia terjaga di malam hari. Para pemimpin negara harus memulai diskusi tentang risiko global ini sebelum terlambat,” kata Ketua SASB Daniel Holz, PhD.

“Merenungkan masalah hidup dan mati ini dan memulai dialog adalah langkah pertama untuk memutar balik waktu dan menjauh dari waktu tengah malam,” kata profesor di University of Chicago ini.

Apa Itu Jam Kiamat

Jam Kiamat adalah jam simbolis yang mewakili kemungkinan risiko bencana global buatan manusia. Simbol ini dikelola sejak tahun 1947 oleh para ilmuwan anggota BAS di University of Chicago, Amerika Serikat (AS).

Sedangkan BAS adalah sebuah organisasi yang terdiri dari para ahli dan ilmuwan yang bertugas menilai kemajuan ilmu pengetahuan dan risikonya pada manusia.

BAS didirikan sekelompok ilmuwan ahli atom yang bekerja pada uji coba bom nuklir Manhattan Project. Nama itu diambil dari kode untuk pengembangan bom atom pada masa Perang Dunia II.

Awalnya, Jam Kiamat dibuat untuk melakukan pengukuran risiko ancaman nuklir. Waktu pada jam telah berubah sesuai dengan seberapa dekat para ilmuwan meyakini umat manusia akan mengalami kehancuran total.

BAS menyebut bahwa jam tersebut tidak dirancang untuk mengukur ancaman konkret soal kehancuran Bumi. Namun, keberadaannya bisa dijadikan pemicu percakapan tentang topik ilmiah yang rumit seperti perubahan iklim.

Pernyataan Jam Kiamat 2025

Jam Kiamat 2025 menyatakan, sepanjang 2024, umat manusia semakin dekat dengan bencana. Tren yang sangat mengkhawatirkan ini terus berlanjut, dan meskipun ada tanda-tanda bahaya yang jelas, para pemimpin negara dan masyarakat telah gagal melakukan apa yang diperlukan untuk mengubah arah.

“Akibatnya, kita sekarang menggeser Jam Kiamat dari 90 detik menjadi 89 detik mendekati tengah malam, waktu terdekat dengan bencana,” demikian pernyataan SASB.

Ilmuwan sangat berharap para pemimpin menyadari kesulitan eksistensial dunia dan mengambil tindakan berani untuk mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh senjata nuklir, perubahan iklim, dan potensi penyalahgunaan ilmu biologi dan berbagai teknologi baru.

“Jam Kiamat bergerak pada saat ketidakstabilan global yang mendalam dan ketegangan geopolitik. Saat jarum jam semakin mendekati tengah malam, kami menyampaikan permohonan yang berapi-api kepada semua pemimpin: sekaranglah saatnya untuk bertindak bersama!,” seru Juan Manuel Santos, Ketua The Elders, mantan Presiden Kolombia, dan Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, yang berpartisipasi dalam pengumuman Jam Kiamat 2025.

“Ancaman eksistensial yang kita hadapi hanya dapat diatasi melalui kepemimpinan yang berani dan kemitraan dalam skala global. Setiap detik. Setiap detik sangat berarti,” imbuhnya.

Tren Nuklir Berbahaya Terus Berlanjut

Manpreet Sethi, PhD., peneliti terhormat di Centre for Air Power Studies di New Delhi, India, menyebutkan bahwa risiko penggunaan nuklir terus meningkat dan berbagai perjanjian gagal untuk menyelamatkan Bumi.

“Rusia telah menangguhkan kepatuhan terhadap perjanjian New START dan menarik ratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif. China dengan cepat meningkatkan persenjataan nuklirnya. Dan, AS telah mengabaikan perannya sebagai suara peringatan,” sebutnya.

Alih-alih, ketiga negara tersebut cenderung memperluas persenjataan nuklirnya dan mengadopsi sikap yang memperkuat keyakinan bahwa penggunaan senjata nuklir ‘terbatas’ dapat dikelola.

“Kepercayaan yang salah tempat seperti itu dapat membuat kita tersandung ke dalam perang nuklir,” tegasnya.

Teknologi Disruptif di 2025

Ilmuwan berpendapat, usulan untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam senjata perang menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana mesin akan diizinkan untuk membuat atau mendukung keputusan militer, bahkan ketika keputusan tersebut dapat membunuh dalam skala besar.

“Bahkan jika manusia selalu membuat keputusan akhir tentang penggunaan senjata nuklir, bagaimana dan kapan, jika memang diperlukan, apakah AI harus digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan tersebut? Bagaimana kita harus berpikir tentang senjata otonom yang mematikan, yang mengidentifikasi dan menghancurkan target tanpa campur tangan manusia?,” kata Herb Lin, ScD., peneliti senior untuk kebijakan dan keamanan siber di Center for International Security and Cooperation

“Sementara itu, disfungsi yang terus meningkat dalam ekosistem informasi dunia mengganggu kapasitas masyarakat untuk mengatasi tantangan yang sulit, dan AI memiliki potensi besar untuk mempercepat kekacauan dan ketidakteraturan,” Hank J. Holland Fellow, pengamat Kebijakan dan Keamanan Siber di Hoover Institution di Stanford University menambahkan.

Perubahan Iklim yang Menghancurkan

Dikatakan Robert Socolow, PhD., profesor emeritus di Departemen Teknik Mesin dan Dirgantara di Princeton University, 2024 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat. Cuaca ekstrem dan peristiwa iklim lainnya seperti banjir, siklon tropis, panas ekstrem, kekeringan, dan kebakaran hutan, menghancurkan masyarakat, kaya dan miskin, serta ekosistem di seluruh dunia.

“Emisi gas rumah kaca global dan perubahan iklim terus meningkat. Ada hambatan kebijakan yang sangat besar secara global: khususnya yang mengkhawatirkan, kampanye pemilihan umum di berbagai negara menunjukkan perubahan iklim menjadi prioritas rendah di AS dan banyak negara lain,” sebutnya.

Ancaman Biologis Mengerikan

“Penyakit menular merupakan ancaman konstan bagi umat manusia, tetapi sayangnya pengalaman pandemi COVID-19 telah meningkatkan skeptisisme terhadap rekomendasi para pejabat kesehatan masyarakat, terutama penggunaan tindakan pencegahan medis untuk mengurangi penyebaran penyakit,” kata Suzet McKinney, kepala dan direktur Life Sciences untuk Sterling Bay.

Kekhawatiran atas proliferasi laboratorium patogen di seluruh dunia juga meningkat, demikian pula penyalahgunaan AI yang jahat dalam penelitian dan pengembangan biologi.

“Secara kolektif, para pemimpin harus membentuk otoritas yang berpengetahuan luas untuk menyediakan informasi yang dapat dipercaya, meningkatkan pelaporan perubahan pola penyakit seiring perubahan iklim, mengurangi jumlah laboratorium dengan pengendalian ketat, dan membatasi program senjata biologis yang aktif,” tutupnya.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version