![](https://i0.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2025/02/05/penampakan-truk-mobil-rusak-akibat-kecelakaan-maut-di-gt-ciawi_169.jpeg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jakarta –
Kecelakaan maut yang melibatkan truk rem blong kembali terjadi. Kemarin malam, sebuah truk muatan air galon mengalami rem blong dan menabrak beberapa kendaraan yang sedang antre di Gerbang Tol Ciawi 2. Setidaknya delapan orang meninggal dunia akibat kecelakaan maut ini dan 11 orang lainnya luka-luka.
Ada indikasi truk pengangkut air minum galon tersebut merupakan truk ODOL atau over-dimension overload. Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), mengatakan kebanyakan truk pengangkut air minum dalam kemasan (AMDK) galon merupakan truk ODOL.
“Merujuk penelitian KPBB dan Masyarakat Peduli Air-MPA (2021), bahwa sebanyak 60,13% armada angkutan AMDK galon (tronton dengan estimasi berat kendaraan yang dioperasikan pada jalan raya Sukabumi-Bogor MST 8 ton, konfigurasi sumbu 1.22, JBI 21.000 kg); memiliki kelebihan beban hingga 12.048 kg atau 123,95%. Bahkan 39,87% sisanya memiliki kelebihan beban 13.080 Kg atau 134,57%. Artinya semua armada angkutan AMDK jenis ini melakukan pelanggaran ODOL,” kata pria yang akrab disapa Puput dalam keterangan tertulisnya kepada detikOto, Kamis (6/2/2025).
Menurut Puput, penertiban pelanggaran kendaraan ODOL tidak bisa ditawar lagi. Menteri Perhubungan dan pihak terkait harus melakukan penegakan hukum secara ketat (strict liability) terhadap para pelaku ODOL (Over-dimension, Overload) demi terwujudnya ZERO ODOL secara multak.
“Mengingat dampak negatif yang diakibatkan oleh praktik ODOL ini, yaitu kecelakaan jalan raya, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan, perusakan aset negara, dugaan pungutan liar oleh pemilik barang atas ongkos angkut barang atas muatan di luar kapasitas (JBI) dan dampak pemborosan BBM serta peningkatan intensitas pencemaran udara dan gas rumah kaca. Prinsip kehati-hatian (precautionary principle) harus dikedepankan guna mencegah potensi kecelakaan yang dipicu oleh pelanggaran ODOL,” ucap Puput.
Puput menegaskan, pelanggaran ODOL bukan lagi menjadi tindak pidana ringan. Malpraktik ini secara empiris sudah menjadi pelanggaran pidana berat mengingat fakta pelanggaran ODOL berdampak pada sulit dikendalikannya kendaraan sehingga menimbulkan kecelakaan fatal yang dapat mencederai bahkan menghilangkan nyawa orang lain.
“Pengalaman menunjukkan bahwa implikasi pelanggaran pidana berat atas pelanggaran ODOL ini sudah sering terjadi, misalnya kecelakaan dump truck di Tol Cipularang 2 September 2019 yang memicu tabrakan beruntun yang melibatkan 21 kendaraan dengan 10 korban jiwa; kecelakaan truck di Tol Cipali pada 9 Februari 2020; kecelakaan armada angkutan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) di Subang 22 Juli 2017 yang menyebabkan 2 korban jiwa; dll termasuk kecelakaan Simpang Muara Rapak Balikpapan 21 Januari 2022 yang mengakibatkan 4 korban jiwa dan 21 orang luka-luka; tabrakan beruntun melibatkan 16 kendaraan yang dipicu oleh truk yang gagal dalam pengereman diduga karena overload (11 November 2024); kecelakaan beruntun yang dipicu truk kontainer yang gagal melakukan pengereman diduga overload (18 Mei 2017); truk kontainer hilang kendali dan terguling diduga karena overload (16 Oktober 2021),” beber Puput.
Puput menyebut, truk ODOL juga berdampak pada kerusakan infrastruktur dan jalan. Hal itu menjadi tindak pidana perusakan fasilitas umum yang mencapai Rp 43 T/tahun (PUPR 2018). Selain itu, kata Puput, pencemaran udara akibat pelanggaran baku mutu emisi oleh kendaraan yang overload merupakan tindak pidana lingkungan hidup.
“Pemborosan BBM, mengingat beban kendaraan angkutan yang melampaui JBI akan meningkatkan intensitas konsumsi BBM secara exponensial, sehingga truk menjadi kendaraan nomor dua penyedot stok BBM nasional setelah sepeda motor. Tahun 2021, truk menyedot 17.761.140 KL atau 27% dari total 66.618.294 KL pasokan BBM nasional,” ungkap Puput.
(rgr/din)