Rabu, Oktober 23


Jakarta

Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk Meutya Hafid sebagai Menteri Komunikasi dan Digital. Segudang pekerjaan rumah menanti diselesaikan Meutya memimpin Kementerian Komunikasi dan Digital yang sebelumnya bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Politikus Partai Golkar itu Meutya tidak sendirian, Prabowo kembali menunjuk Nezar Patria dan Angga Raka Prabowo yang sebelumnya menjabat Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) di era Menkominfo Budi Arie Setiadi.


Berdasarkan catatan detikINET, sejumlah persoalan ini adalah permasalahan yang mesti dituntaskan segera. Apa saja PR Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid tersebut, berikut uraiannya:

1. Lembaga Pengawas PDP

Setelah berlakunya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) pada 17 Oktober 2024, pemerintah belum membentuk Lembaga Pengawas Pelindungan Data Pribadi. Keberadaan lembaga ini dinilai penting seiring banyak pihak yang mengelola data pribadi juga untuk ‘wasit’ ketika terjadinya kasus kebocoran data yang sering terjadi sebelumnya.

Pembentukan lembaga pengawas PDP merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang. Badan ini akan berperan sebagai ‘wasit’ data pribadi sehingga pemanfaatan data pribadi masyarakat oleh pengelola data dilakukan dengan tepat.

Mengenai tugasnya, sesuai dengan yang tertera pada Bab IX Kelembagaan pada UU PDP. Berdasarkan Pasal 58, lembaga ini ditetapkan oleh Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Adapun, lembaga pengawas PDP ini akan melaksanakan tugas antara lain (1) perumusan dan penetapan kebijakan serta strategi pelindungan data pribadi, (2) pengawasan penyelenggaraan pelindungan data pribadi, (3) penegakan hukum administratif terhadap pelanggaran UU PDP, dan (4) fasilitasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan terkait pelindungan data pribadi.

2. Pusat Data Nasional

Pemerintah akan menempatkan data-data kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah di Pusat Data Nasional (PDN). Adapun PDN Cikarang yang merupakan data center pemerintah pertama sebelumnya diproyeksikan akan diresmikan Agustus kemarin. Insiden serangan siber Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya merubah segalanya.

Akibat kejadian PDNS 2 terjangkit ransomware Brain Cipher pada Juni lalu membuat layanan publik pemerintah terganggu. Perlu hingga berbulan-bulan lamanya agar PDNS 2 dinyatakan pulih.

Seiring kasus tersebut, pemerintah langsung menyoroti PDN Cikarang, salah satunya kualitas keamanannya agar tidak persoalan serupa kembali di masa mendatang. Menkominfo Budi Arie mengatakan pembangunan proyek senilai Rp 2,7 triliun secara fisik sudah 90%.

“Persiapan, pengoperasian masih panjang. Paling cepat awal tahun depan. Kalau fisiknya sih sudah jadi,” ungkapnya.

Sedangkan, untuk PDN Batam, dikatakan Budi Arie, proses pengerjaannya masih panjang karena harus melalui berbagai proses. Adapun saat ini PDN Batam tersebut masih berupa lahan kosong.

“(PDN Batam) itu perlu waktu lama karena desainnya, feasibility study, statusnya, dan lain-lainnya,” kata Budi Arie.

3. UU Telekomunikasi

Undang-Undang Telekomunikasi yang sudah berusia lebih dari 25 tahun sejak diterbikan dinilai tidak lagi relevan dengan perkembangan teknologi yang kian masif. Tak sedikit, pemerintah harus otak-atik aturan turunannya agar mengikuti ‘arus digital’.

“Undang-Undang Nomor 36 karena sekarang ini banyak lompatan teknologi enggak bisa dikejar,” ujar Pengamat Telekomunikasi dari ITB Ridwan Effendi, Selasa (8/10/2024).

Sebagai informasi, ketika UU Telekomunikasi disahkan dulu, eranya masih berbentuk telekomunikasi, tidak seperti dewasa ini yang mana layanan digital banyak tercipta berkat kemajuan teknologi, misalnya kecerdasan buatan (AI), internet of things (IoT).

Selain itu, soal perizinan juga jika masih mengacu pada UU Telekomunikasi, disampaikan Ridwan terlalu panjang prosesnya. Adapun, keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja belum cukup memayungi perkembangan telekomunikasi.



Membagikan
Exit mobile version