Sabtu, November 30


Jakarta

Menjelang liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru), pemerintah berjanji menurunkan harga tiket pesawat sebesar 10% menjadi sorotan. Apa saja sih faktor yang mempengaruhi harga tiket pesawat?

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Profesor Azril Azahari, menilai banyak faktor yang mempengaruhi harga tiket pesawat, bukan hanya Avtur.

“Besarnya biaya tiket dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan hanya Avtur saja,” ujar Azril saat diwawancarai detikTravel pada Kamis (28/11/2024).


Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi harga tiket penerbangan menurut Azril:

1. Tingginya Harga Avtur di ASEAN

Tingginya harga Avtur di Indonesia menjadi salah satu faktor utama. Kenaikan harga Avtur di kawasan ASEAN, seperti Singapura, mencapai lebih dari 28% dibandingkan harga rata-rata global.

“Walaupun biaya Avtur mencakup nilai yang besar yaitu 30% dari total biaya penerbangan, ternyata masih ada beban biaya lainnya,” ujar Azril.

2. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Kebijakan lain yang memengaruhi harga tiket adalah peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025. “PPN yang akan naik tentu menambah beban pada maskapai. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak berdampak pada harga tiket yang semakin mahal,” kata Azril.

Namun belakangan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan diundur dari rencana awalnya berlaku pada 1 Januari 2025. Penundaan pemberlakuan PPN 12% dilakukan karena pemerintah ingin memberikan bantuan sosial atau stimulus terlebih dahulu masyarakat kelas menengah dan bawah.

Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut Luhut, penerapan PPN 12% memang harus diiringi dengan stimulus untuk masyarakat yang akan terdampak.

3. Kewajiban Penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF)

Tren global mulai mengarahkan maskapai untuk menggunakan Sustainable Aviation Fuel (SAF), yang biayanya 6-10 kali lebih mahal dari Avtur. SAF, meskipun berpotensi mereduksi emisi CO2 hingga 80%, memberikan tantangan besar pada biaya operasional maskapai.

“Maskapai di negara seperti Singapura sudah diwajibkan menggunakan SAF sebesar 1% pada 2026, dan akan meningkat menjadi 3-5% pada 2030,” ujar Azril.

4. Kewajiban dari ICAO (International Civil Aviation Organization)

Regulasi internasional juga menjadi tantangan tambahan. Mulai 28 Desember 2024, ICAO akan menambahkan beban liability sebesar 17,9% bagi maskapai.

“Beban dari regulasi ini turut memengaruhi harga tiket pesawat, terutama pada rute internasional,” ujar Azril.

5. Kebijakan Perlu Solusi Jangka Panjang

Azril menilai bahwa penurunan harga tiket selama periode Nataru hanyalah solusi sementara.

“Harga Avtur (Pertamina) memang harusnya segera diturunkan. Harusnya untuk seterusnya agar kegiatan pariwisata bisa bertahan untuk bangkit kembali,” ujar dia.

Ia juga menyoroti bahwa pemerintah tampaknya hanya fokus menurunkan biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge), tanpa menyelesaikan akar masalah.

“Kelihatannya pemerintah setengah hati untuk menurunkan biaya Avtur. Apakah ini artinya pemerintah hanya fokus menurunkan fuel surcharge saja?” kata Azril.

Dengan berbagai tantangan tersebut, Azril menegaskan perlunya kebijakan menyeluruh dan berkelanjutan untuk memastikan sektor penerbangan tetap kompetitif. Solusi jangka panjang, seperti penyesuaian harga Avtur domestik dan insentif penggunaan SAF, menjadi langkah mendesak yang harus diambil.

(fem/fem)

Membagikan
Exit mobile version