Jakarta –
Pemerintah tengah mempercepat finalisasi peta jalan adopsi kecerdasan buatan (AI) sebagai bagian dari strategi transformasi digital nasional. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan bahwa Indonesia harus bergerak cepat agar tidak tertinggal, mengingat pemanfaatan AI global kini melaju jauh lebih cepat dari kesiapan sebagian besar negara berkembang.
Sekretaris Jenderal Komdigi Ismail, menyampaikan bahwa adopsi AI tidak lagi hanya disiapkan dari sisi teknologi, melainkan juga kesiapan SDM, tata kelola data, keamanan digital, hingga pengaturan spektrum frekuensi sebagai fondasi layanan berbasis AI. Ia menekankan bahwa tantangan terbesar justru berada pada kesiapan masyarakat dan institusi dalam memanfaatkan teknologi ini secara bertanggung jawab.
“AI sudah menjadi standar baru. Pertanyaannya bukan lagi apakah kita siap, melainkan seberapa cepat kita bisa beradaptasi,” ujarnya dikutip Minggu (7/12/2025).
Di sisi industri, data dari PT Lintas Teknologi Indonesia (LTI) menunjukkan adopsi AI di perusahaan Indonesia tumbuh 47% dalam setahun terakhir. Meski demikian, sebagian besar pemanfaatannya masih berada pada tahap awal dan belum menyentuh proses yang benar-benar otomatis dan cerdas sebagaimana yang terjadi di perusahaan global.
Tren yang sama terlihat di masyarakat, di mana lebih dari 70% masyarakat Indonesia sebenarnya sudah menggunakan layanan berbasis AI, namun tidak menyadarinya. Rendahnya literasi AI ini membuat pemanfaatan teknologi menjadi tidak optimal, bahkan berpotensi meningkatkan risiko penyalahgunaan.
Dalam diskusi yang mempertemukan regulator dan pelaku industri, Direktur Utama Telkom Indonesia, Dian Siswarini, menjelaskan bahwa operator telekomunikasi kini menjadikan AI sebagai tulang punggung operasi jaringan nasional. Telkom telah mengadopsi AI mulai dari otomasi pemeliharaan jaringan hingga optimalisasi rute trafik, serta menerapkan AI untuk kebutuhan komersial seperti precision marketing dan peningkatan pengalaman pelanggan.
Sementara itu, operator lain seperti XL Smart Business dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) berpandangan bahwa percepatan adopsi AI nasional membutuhkan infrastruktur internet yang lebih kuat, stabil, dan merata.
Muhamad Paisol, President Director LTI, menambahkan bahwa dampak AI tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyentuh perilaku manusia, cara bekerja, hingga cara masyarakat mengambil keputusan. Menurutnya, Indonesia memasuki era baru di mana sinergi manusia dan mesin menjadi standar, sementara kemampuan adaptasi dan literasi digital menjadi prasyarat utama.
“Perubahan yang dibawa AI tidak hanya terjadi di industri, tapi juga pada cara manusia berpikir dan berinteraksi,” ucapnya.
LTI menegaskan pentingnya membangun ekosistem AI yang sehat melalui literasi publik, edukasi, transparansi data, serta kolaborasi antara pemerintah, operator telekomunikasi, akademisi, hingga sektor swasta. Kehadiran mitra-mitra global seperti Nokia, ZTE, AWS, Qualcomm, hingga AMD menunjukkan bahwa kesiapan teknologi bukan menjadi persoalan utama-tantangan sesungguhnya adalah bagaimana memastikan manfaat AI dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dengan peta jalan AI Komdigi yang akan segera dirilis, Indonesia memasuki fase penting dalam transformasi digital. Pertanyaannya kini bukan lagi kapan AI diadopsi secara masif, melainkan apakah negara mampu memastikan bahwa percepatan tersebut berlangsung inklusif, adaptif, dan benar-benar berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
(agt/agt)




