Minggu, Desember 1

Jakarta

ByteDance mengajukan tuntutan kepada mantan anak magangnya senilai USD1,1 juta (setara Rp 17,4 miliar). Tuntutan ini merupakan buntut dari sabotase terhadap sistem kecerdasan buatan (AI) ByteDance yang dilakukan si anak magang.

Tian Keyu, mantan anak magang ByteDance tersebut, diduga melakukan penyerangan terhadap large language model (LLM) sistem AI milik ByteDance. Kasus ini menggegerkan China, karena terjadi ketika negara itu sedang menggenjot AI secara mandiri tanpa bergantung dengan teknologi dari Amerika Serikat.

Dikutip dari Reuters, perusahaan induk TikTok ini menuntut Keyu senilai USD1,1 juta yang disebut sebagai nilai kerugian yang ditimbulkan anak magang tersebut.


Laporan Legal Weekly, media yang dibekingi pemerintah China, menyebutkan, tuntutan itu tertera dalam dokumen gugatan di Pengadilan Distrik Haidian, Beijing, China.

Gugatan hukum yang melibatkan perusahaan dan pekerja sebenarnya sudah biasa terjadi di China. Namun, kasus hukum antara perusahaan dengan anak magang apalagi dengan nilai kerugian sebesar ini, baru kali ini terjadi.

Kasus ini memicu perhatian karena pelatihan LLM AI menjadi sangat penting di kalangan raksasa teknologi China saat ini. Teknologi yang dimiliki ByteDance diklaim mampu memproduksi teks, gambar, dan output lainnya dari sumber data yang besar.

Menurut laporan Legal Weekly, Keyu yang teridentifikasi sebagai mahasiswa pascasarjana di Peking University, diduga secara sengaja melakukan sabotase terhadap LLM AI dengan memanipulasi kode dan melakukan modifikasi tanpa izin.

Dalam unggahan media sosial pada Oktober lalu, ByteDance mengatakan telah mengeluarkan anak magang tersebut pada Agustus lalu. Namun, ByteDance mengatakan rumor yang menyebutkan perusahaan kehilangan jutaan dolar AS dan berdampak pada lebih dari 8.000 GPU-nya merupakan hal yang berlebihan.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version